Belajar dari Semangat Kerja Mbah Mus
SATUHARAPAN.COM - Di zaman ini kita menyaksikan banyak orang yang ingin hidup berkecukupan tanpa kerja keras dan tidak peduli apakan caranya bermartabat. Setiap hari kita disuguhi berita tentang pejabat korupsi, penipuan, bahkan orang yang mencari kekayaan dan sukses dengan cara jahat, instan dan irasional. Dalam situasi seperti itu, kita toh masih bisa menyaksikan ada orang yang terus setia dengan martabat kemanusiaan dalam bekerja, seperti Mbah Mus.
Pria ini selalu mengenakan baju koko, meski agak usang. Peci hitam selalu dikepalanya yang berambut putih, dan sepasang sandal jepit sebagai alas kakinya. Setiap pagi mengayuh sepeda menjajakan tempe buatannya sendiri.
Nama lengkapnya Muslimin, tinggal di Bugel, kota Salatiga. Sejak 1959 dia menekuni usaha tempe dan memasarkannya sendiri beberapa kampung. Dulu, ketika muda dia memikul dagangan keliling kampung. Produksinya sekitar 50 kilogram kedelai setiap hari. Namun sekarang dalam usianya ke 75 hanya mampu 25 kilogram.
Anak-anaknya sudah memiliki pekerjaan yang mapan, dan sebenarnya Mbah Mus bisa memasuki “pensiun”. Anak-anaknya juga mengingatkan untuk tidak usah bekerja. Namun Mbah Mus menolak. Inilah prinsip hiudpnya: “Menungsa kuwi yen isik ambegan lan obah, kudu gelem polah lan aja marake anak putu susah!” (Selama manusia itu masih bernafas, ya harus bekerja. Jangan membuat susah anak-cucu).
Usaha dan kerja adalah hidup itu sendiri. Dengan bekerja maka hidupnya bisa merasakan bahagia. Bagi mbah Mus, bahagia itu sederhana, yaitu masih diizinkan oleh yang memiliki hidup untuk sanggup bekerja. Dia akan bekerja sampai saat dia tak lagi mampu. Inikah salah satu etos kerja yang mulai hilang di masyarakat kita?
Doni Setyawan
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...