Berbagai Pihak Mengecam Pindah Paksa Jemaah Syiah Madura
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Walaupun gagal, aksi pemindahan paksa pengungsi Syiah dari Rusun Puspa Agro, Sidoarjo ke Asrama Haji Sukolilo, Surabaya pada Minggu ( 10/11) kemarin, mendapat kecaman berbagai pihak. Jaringan Islam Anti Diskriminasi dan Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen Indonesia (JKLPK Indonesia) mengungkapkan bahwa itu adalah pemerkosaan oleh negara.
Aan Anshori, Koordinator Presidium Jaringan Islam Anti Diskriminasi mengungkapkan dalam siaran pers-nya pada Minggu, “... mengecam tindakan Kementerian Agama Jawa Timur (Kemenag Jatim) yang memindah paksa sebagian pengungsi Syiah ke Asrama Haji Sukolilo. Asrama tersebut akan difungsikan sebagai kamp pencucian otak pengungsi agar mau menkonversi keyakinan dari Syiah menjadi Sunni. Asrama Sukolilo dipilih karena mempunyai sistem pengamanan lebih maksimum ketimbang rusun Jemundo. Ketatnya sistem pengamanan ini akan memberikan keleluasaan bagi pemerintah dan kelompok anti-Syiah untuk menjalankan misinya.”
Aan menengarai aksi ini ada kaitannya dengan Operasi Kubah Hijau (OKH). Menurutnya OKH adalah gerakan sistematis yang bertujuan mendongkrak tingkat keterpilihan salah satu kandidat di pilpres 2014 nanti. Dalam kasus Syiah Sampang, OKH beroperasi dengan target memaksa para pengungsi Syiah Sampang kembali ke Sunni sebagai syarat mutlak kembali ke kampung halaman.
Bagi Aan, OKH tidak hanya melibatkan jajaran aparat penegak hukum dan birokrasi dari pusat hingga daerah, operasi ini juga menggandeng akademisi dan tokoh agama serta secara tidak langsung bersinergi dengan berbagai organisasi masyarakat yang didanai lembaga-lembaga asing dari kawasan Timur Tengah. Lembaga penyandang dana ini memang bertujuan untuk mengampanyekan jargon Islam transnasional, sebuah paham yang tidak toleran terhadap keberagaman keyakinan di Indonesia.
OKH sangat aktif melakukan kampanye anti-Syiah dengan menggunakan tokoh-tokoh agama di tingkat lokal. Tujuan jangka pendeknya adalah memaksa para pemeluk keyakinan Syiah agar menjadi Sunni. Sebagai catatan, pada akhir Oktober 2012, sekitar 30 warga Syiah ditobatkan dan disaksikan oleh otoritas lokal Sampang. Pada tanggal 6 Agustus 2013 lebih dari 6 orang Syiah juga ditobatkan di hadapan pejabat lokal dan ulama setempat.
Kecaman dari (JKLPK Indonesia)
Pada saat yang sama, Minggu (10/11), Wahyu Woroningtyas, Direktur Eksekutif Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen Indonesia (JKLPK Indonesia) dalam siaran pers juga mengecam tindakan sepihak Kementerian Agama ini.
Ia mengecam, “Negara memerkosa hak asasi manusia. Negara sebagai pihak yang seharusnya melindungi dan menegakkan ham, justru tampil sebagai pelanggar dan pemerkosa hak asasi manusia. Lagi-lagi negara gagal melindungi warganya. Negara bersama dengan lembaga keagamaan (MUI) justru menindas dan melanggar hak-hak dasar warga Syiah, yang adalah juga manusia yang layak dihormati dan dilindungi.”
Padahal, menurut Woro, “Negara, melalui Menteri Agama, Surya Dharma Ali tiga hari lalu (7/11) dalam kunjungannya ke Rusunawa Jemondo menjanjikan untuk mengizinkan komunitas Syiah tersebut pulang ke kampung halamannya di Sampang Madura dalam waktu dekat.”
Namun demikian, janji tersebut ternyata bersyarat, yaitu jika komunitas Syiah tersebut bersedia “bertobat” dan kembali ke ajaran Sunni. Demikian pula sikap dan pernyataan sejumlah aparat negara di daerah yang menyatakan bahwa komunitas Syiah adalah sesat makin menciptakan situasi yang tidak kondusif dan menyebabkan makin terbukanya peluang pelanggaran ham atas komunitas tersebut.
Dalam konteks tersebut, negara secara jelas dan meyakinkan melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Hak-hak dasar komunitas Syiah yang terlangggar adalah hak untuk beragama dan berkeyakinan, hak untuk beribadah menurut agama dan keyakinannya, hak untuk bertempat tinggal di seluruh wilayah Indonesia, hak untuk mendapat rasa aman, hak untuk mendapat penghidupan yang layak, hak untuk beristirahat, dan hak untuk berkumpul dan berserikat serta menyatakan pendapat.
Pengungsi Syiah Dipaksa Pindah
Pada Minggu 10/11, sekitar 100 pasukan gabungan TNI dan Polri mendatangi rumah susun Pasar Puspa Agro Desa Jemundo Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo yang menjadi tempat penampungan pengungsi Syiah Madura. Kedatangan pasukan itu dilakukan untuk mendesak pengungsi pindah ke asrama haji Sukolilo, Surabaya. Rencana pemindahan itu gagal sebab para pengungsi menolak.
Pemimpin Syiah Sampang, Iklil Almilal, mengungkapkan, “Kami menolak karena katanya dia sana kami akan diberikan pencerahan, tapi tidak jelas seperti apa programnya.” Menurut Iklil, mereka hanya ingin dikembalikan ke kampung halaman di Madura. Karena itu mereka meminta pemerintah memberikan jaminan keselamatan berupa menjaga kampung Syiah selama 24 jam.
Kepala Kepolisian Resor Sidoarjo, Ajun Komisaris Besar Marjuki, menampik ada penggusuran paksa sebagian pengungsi Syiah. “Tidak ada. Pengungsi masih tetap di Puspa Agro," kata AKBP Marjuki. (Sejuk)
Haul Gus Dur, Menag: Gus Dur Tetap Hidup dalam Doa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan, “Gus Dur adalah pribadi y...