Berjalan dalam Terang Tuhan
Dunia ini sesungguhnya juga rumah Tuhan.
”Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang Tuhan.” (Yes. 2:5). Demikianlah seruan Nabi Yesaya. Seruan yang bernada undangan, bukan paksaan. Undangan sekaligus peringatan—pentingnya berjalan dalam terang Tuhan.
Hanya dalam teranglah manusia dapat melihat. Dan hanya dalam teranglah, manusia dapat percaya diri dalam menentukan langkahnya. Itu berarti, berjalan dalam terang Tuhan akan membuat kita berani melangkahkan kaki. Dalam gelap, yang kita lakukan hanyalah meraba-raba. Dalam gelap yang ada hanyalah kegamangan, keragu-raguan.
Dalam terang Tuhan berarti juga Tuhanlah yang menerangi jalan kehidupan kita. Dengan kata lain, Tuhanlah menunjukkan jalan-jalan-Nya kepada kita. Ketika mengambil keputusan, kita mengambil keputusan berdasarkan terang Tuhan. Itu berarti pula kita hidup dalam terang Tuhan!
Serba Konkret
Bagaimanakah hidup dalam terang Tuhan itu? Hidup bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan kegiatan konkret sehari-hari. Hidup dalam terang Tuhan harus maujud dalam tindakan-tindakan konkret.
Yesaya menyatakan akan ada masa di mana orang-orang akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas. Pedang dan tombak sebagai alat perang itu tidak lagi disimpan untuk dipakai di masa perang, tetapi diubah menjadi alat-alat pertanian.
Ada perubahan bentuk berdasarkan perubahan sikap manusia. Dari alat perang menjadi alat produksi. Dari alat yang membinasakan (pedang), menjadi alat yang menumbuhkan (mata bajak). Dari alat pembunuh (tombak) menjadi alat pemelihara (pisau pemangkas).
Pada titik ini, hidup tak lagi diisi dengan keinginan untuk menghancurkan, tetapi membangun; bukan mematikan, tapi menghidupkan; dan bukan untuk merampas kehidupan, tetapi untuk memberi kehidupan kepada pihak lain. Inilah salah satu tindakan konkret demi tercapainya damai sejahtera. Juga di bumi Indonesia ini.
Semua itu hanya akan terjadi tatkala orang mampu berkata satu sama lain: ”Mari kita pergi ke rumah Tuhan.” (Mzm. 122:1). Pergi ke rumah Tuhan menyiratkan bahwa setiap orang memang punya kerinduan ke rumah Tuhan. Itu berarti hidup yang mengarah kepada Allah. Allahlah yang menjadi pusatnya!
Jangan lupa di rumah Tuhan, tak boleh ada orang yang bersikap semaunya. Dan dunia ini, sesungguhnya juga, rumah Tuhan.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...