Berkaitan Barang Bukti Dirusak, Antasari Gugat UU Kejaksaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Antasari berupaya meneruskan upaya mencari keadilan bagi dirinya, karena setelah gugatannya ditolak pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi tentang Pengajuan Kembali lebih dari satu kali belum menemui titik terang. Antasari Azhar, Andi Syamsuddin dan Boyamin Saiman bersama dengan kuasa hukum mereka, Dwi Nurdiansyah menggugat UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan ke Mahkamah Konstitusi.
Kuasa hukum Antasari Azhar dan Boyamin, Dwi Nurdiansyah, mengatakan bahwa ada barang bukti yang dirusak dalam persidangan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang berlangsung pada 2009. Hal ini disampaikannya dalam sidang lanjutan ke-dua yang digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi (19/6), menggelar sidang gugatan terhadap pengujian UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pasal 8 ayat 5 tentang jaksa bidang tindak pidana umum yang diperiksa harus dengan izin dari Kejaksaan Agung, yang dipertentangkan dengan UUD 1945 pasal 27 dan 28.
Pada agenda persidangan kali ini adalah melihat perbaikan permohonan dari pemohon yang dalam hal ini ada tiga orang yakni Andi Syamsuddin (adik kandung almarhum Nasrudin Zulkarnaen), Boyamin Saiman (Koordinator MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia)) dan Antasari Azhar (mantan ketua KPK).
Dwi Nurdiansyah, mengatakan bahwa pihaknya mengetahui secara pasti ada barang bukti yang dirusak adalah telepon selular secara sepihak, telepon selular yang dirusak tersebut awalnya merupakan barang bukti tetapi karena dirusak sehingga dianggap hilang.
“Ini sebenarnya barang bukti, yang mulia, tetapi saat itu kami yakin sudah dirusak sehingga kami meyakini bahwa dimungkinkan ada sms gelap. Nah, yang ini secara teknis akan kami sampaikan di kesempatan lain. Kami menyebut bahwa ada keadilan yang tertunda” ujar Dwi Nurdiansyah.
“Sebagai mantan kejaksaan seharusnya ada barang bukti yang tidak dirusak, sebagai seorang mantan penegak hukum, kami yakin bahwa klien kami sebagai seorang yang membuktikan diri berkomitmen di bidang hukum. Ini dibuktikannya dengan menjadi bagian dari penyusunan Undang-Undang Kejaksaan.” pungkasnya.
Hakim ketua, Akil Mochtar, menanggapi bahwa sebagai mantan Jaksa, Antasari Azhar harus menguraikan permohonan dan pertentangan antara Pasal 8 ayat 5 dari Undang-Undang Kejaksaan tersebut dengan Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.
Pada akhir persidangan Antasari yakin bahwa saat dirinya menjalani sidang pertama kali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen pada 2009, saat ia masih menjabat ketua KPK tetapi secara struktural fungsional masih pejabat resmi Kejaksaan Agung Bidang Direktur Penuntutan Tindak Pidana itu.
“Yang Mulia, tak lain alasan kami mengajukan ini karena waktu kami memulai sidang pertama, saat itu karena status kami adalah sebagai jaksa aktif. Karena sampai sebelum sidang pertama pada Juni 2009,” ujar Antasari “Karena pada saat itu kami masih menjabat sebagai Direktur Penuntutan Tindak Pidana. Kami dipanggil oleh atasan kami untuk menjalani tes pimpinan KPK. Kami sampaikan keinginan untuk menjadi pimpinan KPK, sehingga keberadaan kami di KPK secara administratif masih di bawah kejaksaan. Sehingga keberadaan kami di KPK, melaksanakan fungsi dari surat perintah kejaksaan agung,” pungkas mantan direktur Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung itu.
Pada persidangan sebelumnya yang digelar 5 Juni 2013, sesuai terlampir dalam situs resmi Mahkamah Konstitusi, pemohon dalam perkara ini ada tiga yakni kuasa hukum ketiganya, Dwi Nurdiansyah, mengatakan Antasari Azhar merasa dirugikan pada posisi sejak pemanggilan sebagai saksi, penangkapan, penahanan, hingga persidangan.
“Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan pada kesempatan ini sebenarnya rangkaian dari apa yang diajukan oleh Pak Antasari Azhar. Perubahan Undang-Undang (PUU) yang kemarin disidangkan bahwa beliau merasa dirugikan pada posisi sejak pemanggilan sebagai saksi, penangkapan, penahanan, sampai persidangan, yang merasa bahwa dirinya harusnya mendapatkan izin dari jaksa agung secara tertulis, sebagaimana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Pasal 8 itu, sehingga ini ingin mengajukan uji materiil” ujar Dwi Nurdiansyah.
Editor : Sabar Subekti
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...