BI: Pemakaian Dolar di Indonesia Terlalu Liberal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Mirza Adityswara, kembali mengulang keprihatinannya atas maraknya penggunaan valuta asing, terutama dolar AS, dalam transaksi di dalam negeri yang bukan untuk kepentingan ekspor maupun impor. Ia menyebut bahwa sistem transaksi perdagangan di Tanah Air terlalu liberal, bahkan bila dibandingkan dengan berbagai negara lain di dunia.
"Indonesia ini negara yang terlalu liberal dalam penggunaan valuta asing di dalam negeri. Bahkan bila Anda pergi ke luar negeri, tidak ada transkasi di dalam negeri mereka yang digunakan dengan valuta asing bila bukan untuk kepentingan ekspor maupun impor," kata Mirza Adityaswara, ketika ditemui seusai menjadi pembicara kunci pada Fitch Ratings Credit Briefing bertema Indonesia 2015 - An Agenda for Change di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta, Kamis 5 Maret 2015.
Ketika menyampaikan pidato kunci, keprihatinan yang sama juga sudah ia sampaikan. Menurut dia, Bank Indonesia akan mendorong ditegakkannya pelaksanaan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang mengamanatkan kewajiban penggunaan uang Rupiah.
Menurut Mirza, masih banyak transaksi di dalam negeri yang tidak ada kaitannya dengan ekspor maupun impor dilakukan dengan menggunakan mata uang asing, terutama dolar AS. Diantaranya adalah transaksi terkait sewa-menyewa properti, jual-beli gas di dalam negeri hingga ongkos-ongkos pelabuhan.
"Ini tidak sehat bagi perekonomian dan tidak boleh menurut undang-undang," kata dia.
UU No 7 tahun 2011 pasal 21 ayat (1) menyatakan, "Rupiah wajib digunakan dalam: setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya; yg dilakukan di wilayah NKRI."
Pengecualian: transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN; penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri; transaksi perdagangan internasional; simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau transaksi pembayaran internasional.
Sedangkan pasal 23 menyatakan, "Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah."
Pengecualian: untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...