Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 08:16 WIB | Kamis, 01 Oktober 2015

BI Umumkan 5 Kebijakan Baru Stabilisasi Rupiah

Gedung Bank Indonesia di Jalan Thamrin, Jakarta. (Foto: Reuters)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai kelanjutan paket kebijakan pada tanggal 9 September 2015 lalu. Kebijakan itu dilansir pada hari Rabu (30/9).

Kebijakan tersebut difokuskan pada tiga pilar, yaitu  menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas).

Dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah BI antara lain melakukan  intervensi di pasar forward. "Di samping melakukan intervensi di pasar spot, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi di pasar forward guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar forward. Upaya menjaga keseimbangan pasar forward semakin penting dalam mengurangi tekanan di pasar spot," kata dalam siaran pers BI.

Sedangkan untuk memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, BI akan menerbitkan Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI) 3 bulan dan Reverse Repo SBN dengan tenor 2 minggu. Penerbitan instrumen operasi pasar terbuka (OPT) tersebut dimaksudkan untuk mendorong penyerapan likuiditas sehingga bergeser ke instrumen yang bertenor lebih panjang.

"Pergeseran likuiditas ke tenor yang lebih panjang diharapkan dapat mengurangi risiko penggunaan likuiditas Rupiah yang berlebihan pada kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah," kata Deputi Direktur Departemen Komunikasi BI, Andiwiana.
    
Sementara itu, dalam memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing (valas), BI mengambil lima langkah.

Pertama, penguatan kebijakan untuk mengelola penawaran dan permintaan valas di pasar forward. Kebijakan ini bertujuan mendorong transaksi forward jual valas/ rupiah dan memperjelas underlying forward beli valas/rupiah.

Hal ini dilakukan dengan meningkatkan threshold forward jual yang wajib menggunakan underlying dari semula 1 juta dolar AS menjadi 5 juta dolar AS per transaksi per nasabah dan memperluas cakupan underlying khusus untuk forward jual, termasuk deposito valas di dalam negeri dan luar negeri.

Kedua, penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) Valas. Penerbitan tersebut akan mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya pasar valas.

Ketiga, penurunan holding period SBI dari 1 bulan menjadi 1 minggu untuk menarik aliran masuk modal asing.

Keempat, pemberian insentif pengurangan pajak bunga deposito kepada eksportir yang menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di perbankan Indonesia atau mengkonversinya ke dalam rupiah, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Pemerintah. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong DHE untuk menetap lebih lama di dalam negeri.

Kelima, mendorong transparansi dan meningkatkan ketersediaan informasi atas penggunaan devisa dengan memperkuat laporan lalu lintas devisa (LLD). Dalam hal ini, pelaku LLD wajib melaporkan penggunaan devisanya dengan melengkapi dokumen pendukung untuk transaksi dengan nilai tertentu. Ketentuan ini sejalan dengan UU No.24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar dimana Bank Indonesia berwenang meminta keterangan dan data terkait lalu lintas devisa kepada penduduk.

Menurut Andiwiana, paket kebijakan BI akan bersinergi dengan paket kebijakan pemerintah dalam mendukung prospek perekonomian Indonesia yang diyakini akan lebih baik ke depan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home