Biji Sesawi
Jangan anggap remeh hal-hal kecil!
SATUHARAPAN.COM – Dalam dunia pertanian terdapat ungkapan: ”Dengan segengggam benih saja kami sanggup memberi makan dunia!” Terkesan heroik, agak lebay. Tetapi, itulah kenyataannya. Satu benih bisa menjadi beratus atau beribu kali lipaT. Bagaimanapun, beda dengan dunia hewan, dalam dunia tumbuhan jarang terjadi pohon mangga yang menghasilkan satu buah mangga saja per musimnya.
Benih memiliki potensi kehidupan luar biasa. Dalam diri benih yang tampak tak berarti, terkesan mati itu, terdapat kehidupan, dan karena itu bisa memberi kehidupan kepada makhluk yang memakannya—mulai dari beras, sayur-mayur, juga buah-buahan. Ada orang yang bisa, dan memang memilih, untuk tidak mengonsumsi daging. Itu namanya vegetarian. Tetapi, saya belum mendengar ada orang yang hanya bisa makan daging atau ikan.
Itu jugalah yang diceritakan Yesus ketika menggambarkan Kerajaan Allah. ”Hal Kerajaan itu seumpama biji sesawi yang ditaburkan di tanah. Memang biji itu yang paling kecil daripada segala jenis benih yang ada di bumi. Tetapi apabila ditaburkan, benih itu tumbuh dan menjadi lebih besar daripada segala sayuran yang lain dan mengeluarkan cabang-cabang yang besar, sehingga burung-burung di udara dapat bersarang dalam naungannya” (Mrk. 4:31-32).
Mulanya kecil saja. Benih sesawi hanya satu milimeter saja panjangnya. Tetapi, ketika ditaburkan, dia akan menjadi pohon sesawi yang tingginya bisa mencapai 3 meter. Dari 1 milimeter mencapai 3.000 mm. Perubahannya mencapai 3.000 kali lipat. Itu baru tajuknya, belum lagi sistem perakaran yang ada di dalam tanah.
Benih sesawi itu kecil. Namun, dari sesuatu yang kecil itu bisa berubah bisa menjadi tumbuhan besar. Yang dimaksudkan Tuhan Yesus dengan biji sesawi bukanlah sawi, atau sayuran yang kita kenal di Indonesia. Tumbuhan sesawi merupakan tumbuhan keras yang besar.
Tak hanya itu, yang juga menarik, benih sesawi itu tak hanya menjadi besar, tetapi cabang-cabangnya sedemikian rindang sehingga menjadi rumah bagi burung-burung di udara. Pohon sesawi itu malah menjadi sebuah ekosistem tersendiri, di mana burung-burung beranak pinak di situ. Tak hanya menjadi besar, tetapi, lebih dari itu, menjadi berkat.
Oleh karena itu, jangan anggap remeh yang kecil-kecil itu. Jika kita melihat hal-hal kecil, baiklah kita memandangnya menurut cara pandang Allah. Dan itulah nilai-nilai Kerajaan Allah.
Itu berarti, seseorang yang hidup di dalam Kerajaan Allah perlu belajar dan menghargai hal-hal kecil. Persoalannya, manusia kadang hanya memerhatikan hal-hal besar. Dan sering kali lupa bahwa hal-hal besar dimulai dari hal-hal kecil, hal-hal sepele.
Kepada warga jemaat di Korintus, Paulus menegaskan untuk tidak lagi menilai seorang pun menurut ukuran manusia (2Kor. 5:16). Kalau kita merasa perlu menilai seseorang baiklah kita menilainya menurut ukuran Allah. Dalam hal ini, yang menjadi standar adalah Allah dan bukan manusia.
Kita perlu memandang orang lain sebagaimana Allah memandang orang tersebut. Jangan pandang orang menurut ukuran kita sendiri, tetapi pandanglah dia sebagaimana Allah memandangnya. Dan itu hanya dapat kita lakukan jika kita membiarkan diri dikuasai Allah.
Tak heran, jika Paulus berkata, ”Jadi, siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: Yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2Kor. 5:17). Ciptaan baru berarti berpikir dan bertindak sebagaimana Kristus.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...