Biksu Tibet Meninggal di Penjara Tiongkok
BEIJING, SATUHARAPAN.COM - Seorang biksu Tibet meninggal di sebuah penjara Tiongkok, menurut kelompok HAM dan sebuah laporan, pada Senin (13/7), saat menjalani hukuman penjara 13 tahun atas kasus terorisme dan pemberontakan, yang menurut para pemantau disebut cacat hukum.
Tenzin Delek Rinpoche, biksu yang juga tahanan politik berpengaruh, meninggal dunia di Penjara Chuangdong, Kota Chengdu, Sichuan, Tiongkok pada Minggu, 12 Juli 2015. Biksu berusia 65 tahun itu dijatuhi hukuman 20 tahun penjara oleh Pemerintah Tiongkok dengan tuduhan melakukan penghasutan, teror, dan separatisme.
Penyebab kematian biksu itu masih belum jelas. Sepupu Tenzin Dalek itu mengatakan pejabat berwenang hanya menginformasikan kematian sang biksu, namun tidak memberitahukan penyebab kematiannya.
“Rinpoche bukanlah orang biasa. Dia salah seorang pemimpin yang paling dihormati,” kata Direktur Asia kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) Pelajar untuk Tibet Merdeka, Dorjee Tseten, sebagaimana dilansir Reuters, Senin (13/7).
Dia divonis pada 2002 atas kasus pemberontakan, dan terlibat dalam aksi pengeboman di sebuah lapangan publik dan awalnya divonis mati. Vonis itu lalu diturunkan menjadi hukuman penjara seumur hidup, lalu dikurangi menjadi 20 tahun penjara.
Asisten Delek, Lobsang Dhondup, dengan dakwaan yang sama, telah dieksekusi pada 2003. Saat itu kasus mereka memicu kecaman dari Uni Eropa dan sejumlah kelompok HAM.
Radio Free Asia (RFA), yang didanai Pemerintah Amerika Serikat, juga melansir kematian biksu itu, mengutip seorang narasumber dari Tibet, yang menyatakan polisi Tiongkok memberitahukan kepada kerabatnya dia sakit parah dan ketika mereka bergegas mengunjunginya, diberitahukan dia sudah meninggal.
RFA mengatakan, Delek diketahui mengalami kondisi kesehatan yang buruk dengan mengidap gangguan jantung serius, seraya menambahkan dia diduga tidak mendapatkan perawatan.
SFT menuduh kondisi kesehatan yang memburuk itu akibat penahanan dan penyiksaan tidak adil selama 13 tahun. Sejumlah anggota keluarganya mengajukan pembebasan bersyarat secara medis untuknya tahun lalu, namun tidak dikabulkan.
Amerika Serikat, Uni Eropa, dan berbagai organisasi HAM internasional telah sejak lama mendesak Pemerintah Tiongkok untuk membebaskan sang biksu. Namun, Tiongkok bergeming, mengambil sikap tegas terhadap protes-protes antipemerintah. (AFP/Reuters/Antara)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...