BRI Didenda Rp 25 Miliar karena Batasi Pilihan Nasabah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Rakyat Indonesia (BRI) terpaksa harus menelan pil pahit kekalahan dalam sengketa persaingan usaha di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu dinyatakan bersalah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan dikenai sanksi denda Rp 25 miliar.
Bersama dengan Bank BRI, turut pula mendapat sanksi denda PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera (BRINGIN) dan PT Heksa Eka Life Insurance (HEKSA), masing-masing Rp 19 miliar dan Rp 13 miliar. Keputusan itu ditetapkan oleh majelis hakim KPPU yang terdiri atas Dr Sukarmi, SH, MH sebagai Ketua Majelis, Kamser Lumbanradja, MBA dan Dr Drs Chandra Setiawan, MM, PhD sebagai anggota.
“Kasus ini berawal dari inisiatif KPPU yang menemukan adanya pembatasan pilihan konsumen atau nasabah KPR di BRI ketika mengajukan kreditnya,” demikian penjelasan KPPU, yang dilansir di situs resmi lembaga itu hari ini, Kamis (13/11). Dalam proses tersebut, jelas KPPU, nasabah tidak memiliki pilihan asuransi jiwa lain, selain yang ditetapkan oleh BRI.
“Produk asuransi jiwa yang digunakan adalah produk yang berasal dari konsorsium antara BRINGIN dan HEKSA. Nasabah tidak memiliki pilihan, karena mereka diwajibkan untuk membeli produk asuransi jiwa untuk persetujuan KPR-nya,” lanjut KPPU.
Atas dasar itu, KPPU melakukan penyelidikan lebih jauh. Ternyata, menurut KPPU, aturan perbankan menyatakan nasabah diberikan kebebasan dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan. Ini terbukti dengan adanya Surat Edaran Bank Indonesia No 12/35/DPNP Tanggal 23 Desember 2010 (SEBI). Surat itu menyatakan bahwa dalam kerja sama antara bank dan perusahaan asuransi dalam rangka produk bank, bank harus mengakomodasi kebebasan nasabah dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan.
Untuk itu, bank harus menawarkan pilihan produk asuransi. Menurut aturan tersebut, paling kurang dari tiga perusahaan asuransi mitra bank, yang satu di antaranya dapat merupakan pihak terkait bank.
Menurut KPPU, BRI tidak melakukan hal itu. Bahkan, dalam implementasinya, BRI dan dua perusahaan asuransi tersebut secara bersama-sama menutup pertanggungan/meng-cover asuransi jiwa bagi debitur KPR BRI dengan membagi suatu pembagian risiko sebesar 60 persen bagi BRINGIN dan 40 persen bagi HEKSA.
Hal inilah yang menurut KPPU merupakan pelanggaran BRI. Sebab, dengan kebijakan itu, BRI telah menciptakan upaya penolakan atau penghambatan pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar tersebut. Pada sisi lain, konsumen dirugikan karena tidak memiliki alternatif pilihan penyedia asuransi jiwa selain konsorsium tersebut.
Oleh karena itu majelis hakim KPPU meminta pembatalan perjanjian BRI yang memuat persyaratan kewajiban debitur KPR untuk hanya menggunakan asuransi jiwa dari konsorsium BRINGIN dan HEKSA. Lebih lanjut, KPPU juga memerintahkan agar BRI menghentikan kegiatan yang menghalangi perusahaan asuransi jiwa lainnya untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan.
Selain meminta pembukaan hambatan masuk tersebut, majelis menjatuhkan sanksi denda kepada BRI sebesar Rp 25 miliar, BRINGIN dengan nominal Rp 19 miliar, dan HEKSA sebesar Rp 13 miliar. Ini sejalan dengan kesimpulan KPPU yang menyatakan bahwa ketiga perusahaan tersebut, melanggar Pasal 15 UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait tying-in (pembelian berikat) dan Pasal 19 (a) terkait hambatan masuk pasar.
BRI sebagai terlapor dan dua perusahaan lainnya, kini masih mempelajari putusan KPPU dalam menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...