Bupati Tapanuli Tengah Bantah Suap Akil Mochtar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bupati Tapanuli Tengah, Raja Bonaran Situmeang membantah telah menyuap mantan Hakim Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah 2011.
“Silakan cek rekening saya ada nggak uang Rp 1,8 miliar? Kalau ada pasti ada kemungkinan saya suap, kalau tidak ada bagaimana saya menyuap. Menyuap kan memberikan uang kepada orang. Ada yang menerima. Ada nggak saya punya uang? Kalau nggak gimana saya menyuap?” kata dia sambil menunjukkan berkas yang berisi salinan rekeningnya kepada wartawan ketika memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (6/10).
Dalam keterangannya dengan para wartawan, Bonaran menyatakan bahwa dia tidak mengenal Akil Mochtar. Hal tersebut sudah dikonfrontir dalam persidangan Akil di mana dia menyatakan bahwa tidak mengenal Bonaran.
Bonaran juga mempertanyakan alat bukti yang dipakai oleh tim penyidik KPK yang akan dipakai untuk menahan dirinya.
“Hari ini saya bertanya kenapa alasan pasal 21 KUHAP alasan seseorang ditangkap takutnya menghilangkan alat bukti. Kita masih bertanya, katanya alat buktinya sudah didapat bagaimana saya hilangkan lagi? Dan, itu masih saya pertanyakan suapnya pakai apa? Kalau ditahan, pastikan dulu kapan saya menyuap? Itu yang dipertanyakan pengacara saya. Apa alat buktinya menyuap? Kenapa saya menyuap? Buktikan dong.”
Bonaran memenuhi panggilan KPK ditemani oleh pengacara dan ajudannya. Ini merupakan panggilan kedua setelah sebelumnya Bonaran absen dalam pemanggilan pertamanya. Bonaran telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dugaan suap di MK terhadap mantan Ketua Hakim Akil Mochtar sejak 19 Agustus 2014.
Bonaran disangkakan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 750 juta.
Editor : Bayu Probo
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...