Loading...
INSPIRASI
Penulis: Setiyadi 12:29 WIB | Rabu, 03 Mei 2017

Cahaya Cinta Sang Purnama untuk Jakarta

”Kau berhasil mendapatkan rasa hormat atas pekerjaanmu, sebab kau bekerja bukan melulu untuk hidup, tapi untuk menunjukkan rasa cintamu pada sesama.”
Basuki Tjahaja Purnama (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Ada dua jenis pekerjaan,” tulis Paulo Coelho dalam Manuskrip yang Ditemukan di Accra. Pertama adalah pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah, sedangkan pekerjaan kedua adalah sebuah persembahan. Pekerjaan kedua ini sejatinya juga dilakukan untuk mencari nafkah. Hanya saja ada pembeda di antara keduanya.

Bagi orang yang bekerja sekadar untuk mencari nafkah, waktu pemberian Tuhan pun dijual, hingga tidak menyadari betapa waktu tersebut tak mungkin dapat dibeli lagi. Seumur hidup hanya dipenuhi angan-angan suatu saat nanti bisa beristirahat. Hanya saja, ketika saat itu tiba, akhirnya hanya menerima sebuah kejutan tiada guna. Mereka sudah terlalu tua untuk menikmati semua yang ditawarkan Sang Kehidupan.

Berbeda halnya dengan orang yang menikmati jenis pekerjaan kedua. Orang ini sama-sama bekerja mencari nafkah, tetapi setiap menitnya tidak pernah lupa pada satu hal. Ya, orang ini bekerja dengan pengabdian dan cinta untuk sesama. Orang ini menghayati pekerjaannya sebagai persembahan atau kebaktian. Untuk memahami ini, kita pantas bersyukur dengan lagu perjuangan ciptaan Kusbini:

Padamu negeri kami berjanji

Padamu negeri kami berbakti

Padamu negeri kami mengabdi

Bagimu negeri jiwa raga kami

Lagu yang menggelorakan semangat kebaktian dan pengabdian untuk negeri ini. Lagu yang mendudukkan kebaktian dan pengabdian pada makna tertingginya. Bahwa kebaktian dan pengabdian membutuhkan segenap jiwa dan raga.

Tidak heran bila untuk para putra-putri bangsa yang berjasa pada negara layak mendapatkan puja kata penghormatan pada hari pemakamannya:  ”Atas nama negara bangsa dan Tentara Nasional Indonesia dengan ini mempersembahkan ke persada Ibu Pertiwi jiwa raga dan jasa- jasa almarhum (almarhumah) ...."

Persembahan atau kebaktian adalah doa tanpa kata. Itulah yang disebut sebagai kerja. Ketika mendengar ada Kabinet Kerja, hendaknya dipahami dari perspektif ini. Seperti semua doa yang menjelma dalam  kerja, maka dibutuhkan disiplin. Tentu bukan disiplin yang dihasilkan dari perbudakan. Mengingat disiplin kerja sebagai persembahan hanya bisa lahir dari rahim kehendak bebas.

Adakah tokoh bangsa ini yang sekarang menunjukkan persembahan dan kebaktiannya untuk negeri ini? Adakah sosok yang menohok keinsyafan nurani bangsa ini atas persembahan jiwa dan raganya untuk Ibu Pertiwi?

Ah, ternyata ada seekor ikan kecil Nemo di kota Jakarta. Dialah Basuki Tjahaja Purnama. Ikan kecil yang pantas diingat atas keberaniannya melawan arus di tengah kota yang awalnya salah urus. Karena semula banyak tikus pencuri anggaran dibiarkan. Walaupun ikan kecil itu dibuat pingsan lewat berbagai demo dengan aneka hujatan, pendiriannya sebagai pelayan rakyat Jakarta tetap tak tergoyahkan. Film sederhana "Finding Nemo" menjadi inspirasinya hingga tetap tegar duduk di kursi terdakwa. Ikan kecil yang sejatinya sangat perkasa seperti cahaya purnama pada malam suci Waisak.

Lagi pula, dari Basuki Tjahaja Purnama telah mengalir cinta untuk Jakarta. Wajah sangar Jakarta telah berubah menjadi ramah berkat cahaya cintanya. Penampakan RPTRA—Ruang Publik Terpadu Ramah Anak—adalah contohnya.

Tentu tidak hanya berhenti di situ. Kekuatan cahaya cinta Sang Purnama pun telah mengunci APBD DKI dengan triple password yang sakti mandraguna.  Supaya anggaran tepat sasaran, maka jurus triple password pun dikeluarkan. Cinta Sang Purnama pun menampakkan cahaya terangnya.

Sayang, cahaya cinta Sang Purnama untuk Jakarta pada lima tahun mendatang harus terhalang gerhana. Gerhana yang masih menjadi teka-teki karena banyaknya kata-kata sandi tersebar di sana-sini. Semoga saja secara manis kata-kata sandi itu pada waktunya bisa dipecahkan oleh rakyat Jakata melalui pengawasan atas e-budgeting.

Lalu, akankah pudar cahaya cinta Sang Purnama? Nah, kata-kata Sang Guru seperti disampaikan Paulo Coelho pantas direnungkan: ”Keberhasilan tidak diukur dari pengakuan orang-orang lain atas karya kita. Keberhasilan adalah buah dari benih yang kautanam dengan penuh cinta.”

Dan Sang Purnama telah mempersembahkan cintanya untuk Jakarta. Karena itu layaklah kata-kata Paulo ini untuk Pak Ahok: ”Kau berhasil mendapatkan rasa hormat atas pekerjaanmu, sebab kau bekerja bukan melulu untuk hidup, tapi untuk menunjukkan rasa cintamu pada sesama.”

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home