Calon Hakim Agung, Hartono Abdul Murad: Sikap Moral Penting Sebelum Memvonis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hartono Abdul Murad, SH, MH, salah seorang Calon Hakim Agung (CHA) yang menjalani wawancara terbuka di Komisi Yudisial (KY) menyatakan apabila nanti terpilih sebagai Hakim Agung di Mahkamah Agung Republik Indonesia akan mendahulukan keadilan moral barulah keadilan dalam skala sosial dan yang terakhir legal justice.
Pernyataan ini dia sampaikan dalam wawancara terbuka Calon Hakim Agung yang berlangsung pada Senin (22/7), di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta. Wawancara terbuka yang digelar pada hari ini adalah wawancara terhadap calon hakim agung dari kamar perdata.
“Melihat dahulu moral justice, karena masyarakat ini penting untuk melek hukum. Kemudian barulah social justice dan legal justice adalah yang paling penting,” kat Hartono.
Hartono berpendapat demikian menanggapi pertanyaan salah seorang komisioner Komisi Yudisial bidang Undang-undang, Ibrahim, SH, MH yang menanyakan mana yang akan didahulukan antara moral justice, social justice atau legal justice. Hartono mengatakan bahwa moral di tengah masyarakat saat ini, terutama seseorang terdakwa yang tersangkut perkara perdata harus masuk penilaian hakim sebelum menjatuhkan vonis. Sebab, apabila ia berlaku tidak menyenangkan selama persidangan dan tidak kooperatif dalam memberikan jawaban dalam persidangan, hukumannya akan lebih berat dari mereka yang berperilaku sopan selama persidangan.
Dalam wawancara terbuka Calon Hakim Agung yang berlangsung pada Senin (22/7), dan hari ini adalah wawancara terhadap calon hakim agung dari kamar perdata, Hartono mendapat giliran wawancara yang pertama.
Hartono juga menyatakan moral justice juga berlaku untuk hakim, karena hakim menjalankan profesi di lembaga peradilan juga diawasi tidak hanya KY, tetapi juga oleh masyarakat umum karena hampir sebagian besar peradilan saat ini bersifat terbuka.
“Sebagai hakim saya akan melaksanakan ketentuan-ketentuan kode etik profesi hakim, karena sebagai hakim di pengadilan tinggi atau negeri yang benar-benar diawasi adalah integritas kita, dan tidak memihak siapapun,” kata Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar ini.
Ada sisi kontradiktif dari Hartono, saat ditanya komisioner KY bidang Kelembagaan, Imam Ansori Saleh tentang perilaku hidup sederhana, karena dalam makalah yang disusun Hartono, dia mengungkapkan sikap hidup sederhana yang anti korupsi penting bagi penegak hukum, akan tetapi Imam Anshori mengatakan bahwa Hartono saat ini belum melapor kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang harta kekayaan tahun-tahun sebelumnya yang biasanya disusun oleh pejabat negara setingkat menteri dalam bentuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), atau sebelum ia menjadi Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar.
Hartono juga kesulitan menjawab pertanyaan Imam Ansori Saleh tentang asal muasal dana untuk membeli kredit dua unit mobil minibus yang saat ini ada di kediamannya di Denpasar. Hartono berdalih bahwa perilaku hidup sederhana tidak dapat diterangkan begitu saja karena terkadang ada kebutuhan mendesak yang tidak dapat diganggu gugat
“Perilaku hidup sederhana sebagai hakim tidak dapat diterapkan begitu saja, karena perilaku hidup jujur sudah ada dalam diri saya, tetapi hidup sederhana ini tidak sesederhana yang dipikirkan," kata Hartono.
Hartono mengatakan dalam penanganan kasus korupsi, dia pernah menaikkan vonis seseorang di Pengadilan Tinggi Medan, karena memperkaya pihak tertentu, satu korporasi atau perusahaan di mana koruptor tersebut bekerja.
“Berdasar pengalaman saya, waktu itu saya menaikkan putusan vonis seseorang yang didakwa korupsi dari enam tahun ke delapan tahun, terkait perkara korupsi anggota DPRD Medan. Dan karena ia memperkaya diri sendiri, maka di Pengadilan Tinggi Medan, saya kenakan pasal yang lebih atas. Karena saya beranggapan bahwa keadilan yang membuat ketentraman pada masyarakat tidak dilihat dari nilai korupsinya, tetapi dari dampak korupsi yang ditimbulkan di masyarakat,” ungkap Hartono.
Selain itu, Taufiqurrahman Syahuri, komisioner KY bidang Rekrutmen Hakim, menanyakan langkah-langkah strategis pembenahan prosedur peradilan agar tidak terlalu banyak perkara yang menumpuk di Mahkamah Agung (MA), dan cukup diselesaikan di Pengadilan Tinggi (PT). Hartono mengatakan bahwa seluruh lembaga peradilan harus intensif memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang melek hukum, setelah penyuluhan maka diharapkan masyarakat sadar bahwa sedapat mungkin jangan mudah berperkara di pengadilan.
“Strategi memperbaiki hukuman saat ini harus ada diskursus di tengah-tengah masyarakat tentang perkembangan hukum di Indonesia, dan juga harus diperhatikan kesadaran masyarakat. Penyuluhan hukum harus lebih intensif dan Pengadilan Tinggi sendiri harus memiliki keputusan yang benar-benar bermanfaat bagi pihak-pihak yang bersengketa, sehingga sebuah perkara yang banding, tidak sampai ke Mahkamah Agung sehingga PT memiliki peranan penting,” menurut Hartono.
Editor : Sabar Subekti
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...