Ceko Catat Dua Kasus Pertama Virus Zika
PRAHA, SATUHARAPAN.COM - Para dokter di Republik Cek mendiagnosis dua kasus pertama virus zika di negara tersebut yang dibawa oleh wisatawan yang baru kembali dari Karibia dua pekan lalu, menurut keterangan Kementerian Kesehatan, Kamis (25/2).
“Kasus pertama adalah seorang pria yang tinggal di Martinique, satu lagi wanita berusia 49 tahun yang tinggal di Republik Dominika,” kata Menteri Kesehatan Svatopluk Nemecek kepada wartawan, seperti dikutip dari AFP.
“Keduanya menunjukkan gejala mirip flu, seperti dialami sebagian besar pasien zika, dan keduanya memiliki ruam, “ kata Nemecek, menambahkan mereka menjalani perawatan di rumah.
Meningkatnya keyakinan zika juga memicu mikrosefali pada bayi baru lahir, dari ibu yang terinfeksi virus tersebut saat hamil, telah mengakibatkan kekhawatiran internasional.
Mikrosefali, merupakan kondisi ketika otak dan tengkorak bayi yang baru lahir lebih kecil dari ukuran normal, dan menghambat perkembangan otak.
Selain Republik Cek, sejumlah negara Eropa lainnya, termasuk Inggris, Denmark, Italia dan Spanyol, juga sudah melaporkan kasus virus zika.
Saat ini belum ada obat atau vaksin untuk virus tersebut.
Vaksin Zika Masih Lama, WHO Sarankan Hindari Gigitan Nyamuk
Sementara itu para pejabat kesehatan dari Amerika, Brasil, dan negara-negara yang terjangkit virus itu mengatakan, kepada anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB pekan lalu, upaya di seluruh dunia berpusat pada pengawasan, tanggapan, dan penelitian.
Para pejabat kesehatan mengatakan, zika bukan virus baru. Zika ditemukan pada tahun 1947 di Uganda, dan tidak mempengaruhi manusia sampai tahun 1960-an. Gejala-gejala yang diperlihatkan sering membuat orang keliru dan mengira itu demam berdarah atau chickungunya. Tapi, sejumlah besar penularan sejak tahun lalu telah membeberkan dampak baru, dan lebih berbahaya dari virus itu.
Patrick Kachur, pejabat kesehatan AS (CDC) mengatakan, "Situasinya berubah dengan cepat, seperti yang mungkin disadari oleh setiap orang, dan sebagai akibatnya kami mempelajari zika hampir tiap hari."
Penelitian lebih jauh diperlukan, untuk menentukan apakah zika menyebabkan cacat lahir seperti mikrosefali, atau bayi lahir dengan kepala kecil atau abnormal, mempengaruhi saraf, dan penyakit lainnya. Para pejabat mengatakan untuk saat ini memusatkan perhatian pada upaya mengurangi populasi nyamuk, dan mendidik masyarakat tentang bagaimana melindungi diri mereka sendiri.
Sebuah delegasi dari Haiti menyatakan, keprihatinan virus zika mungkin memiliki dampak buruk pada negara miskin itu.
"Dalam hal pendanaan, kami dihadapkan pada situasi darurat. Kami berada pada akhir musim kemarau, dan sementara belum banyak penularan dilaporkan, tetapi kami yakin kalau musim hujan tiba bulan depan, kita mungkin akan menyaksikan lebih banyak penularan virus zika dan penyakit lain yang dibawa oleh nyamuk," kata Mourad Wahba.
WHO memperkirakan, akan menelan biaya 53 juta dolar (Rp 710 miliar), untuk mengatasi situasi zika ini di seluruh dunia.
Natela Menabde, pejabat WHO mengatakan, "Terdapat dua arah penelitian dan pengembangan yang kami pelajari. Pada pengembangan vaksin, kami memetakan upaya-upaya saat ini, untuk mengembangkan calon vaksin. Ini akan memakan waktu beberapa bulan lagi sebelum kita mempunyai vaksin, tetapi dua produsen vaksin sudah mencapai kemajuan yang berarti.", seperti yang diberitakan voaindonesia.com
Penelitian juga dilakukan, untuk mengembangkan nyamuk jantan yang dimodifikasi secara genetik, yang akan menghasilkan larva lemah ketika dikawinkan dengan nyamuk betina liar. Upaya itu secara signifikan akan mengurangi populasi nyamuk.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...