Dalam 17 Hari Konflik Irak 1.000 Orang Meninggal
JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Lebih dari 1.000 orang tewas – hampir tiga perempatnya warga sipil – pada bulan ini saat serangan militan Islamis menguasai sebagian besar wilayah Irak utara dan barat, ujar PBB pada Selasa (24/6).
Sedikitnya 1.075 orang tewas dan 658 korban lainnya terluka di Irak dalam 17 hari terakhir mulai dari 5 hingga 22 Juni, ungkap Rupert Colville, seorang juru bicara untuk kantor HAM PBB kepada wartawan di Jenewa.
Dia mengatakan jumlah korban itu “harusnya dipandang sangat minimal.”
"Sedikitnya 757 warga sipil tewas dan 599 lainnya terluka di provinsi Nineveh, Diyala dan Salah al-Din," ujarnya.
Jumlah korban tewas itu akibat “eksekusi kilat dan pembunuhan sewenang-wenang yang sudah diverifikasi terhadap warga sipil, kepolisian dan tentara yang tidak dapat bertempur.”
Sedikitnya 318 orang lainnya – yang belum tentu semuanya warga sipil – tewas dan 590 korban terluka lainnya berada di Baghdad dan wilayah-wilayah di selatan, “kebanyakan dari mereka merupakan korban dari sedikitnya enam serangan bom mobil secara terpisah,” katanya.
Putra mahkota Arab Saudi, Pangeran Salman bin Abdulaziz dan Menteri Pertahanan Inggris Philip Hammond yang sedang berkunjung membahas krisis Irak pada Selasa, yang berbatasan dengan kerajaan kaya minyak itu, seperti dilansir kantor berita pemerintah SPA.
Kunjungan Hammond ke Jeddah merupakan kunjungan pertama dalam tur ke negara-negara Teluk Persia yang juga akan mengunjungi Uni Emirat Arab, Qatar dan Kuwait, di tengah ketidakpastian yang dipicu oleh krisis Irak.
Pangeran Salman menjabat posisi menteri pertahanan Saudi, dan keduanya membahas “kerja sama antara kedua negara dan cara untuk memperkuatnya, selain perkembangan di kawasan dan internasional,” kata SPA.
Tur itu memberikan sebuah “kesempatan untuk membahas perlunya menemukan solusi poltik bagi krisis Irak,” ujar seorang diplomat di Arab Saudi.
Saat berbicara menjelang kunjungan tersebut, Hammond menyuarakan kekhawatiran mengenai Irak, di mana para militan yang dipimpin jihadis Negara Islam Irak dan Levant (Islamic State of Iraq and the Levant atau ISIL) membuat keunggulan penting terhadap pasukan pemerintah yang didominasi penganut Syiah.
“Inggris sangat mengkhawatirkan perkembangan terkini di Irak dan keunggulan yang diperoleh ISIL. Walaupun Inggris tidak merencanakan sebuah intervensi militer, kami berkomitmen untuk menemukan solusi politik jangka panjang,” kata Hammond.
(AFP)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...