Damai Sejahtera bagi Kamu!
Lihat betapa besarnya kasih Allah kepada kita!
SATUHARAPAN.COM – ”Damai sejahtera bagi kamu!” (Luk. 24:36b). Demikian sapaan Yesus yang bangkit kepada para murid-Nya. Dalam sapaan itu tampak jelas bahwa damai sejahtera bukanlah berasal dari para murid. Juga bukan timbul dengan sendirinya. Damai sejahtera berasal dari Yesus yang bangkit. Damai sejahtera bukanlah upaya para murid, tetapi sungguh-sungguh anugerah Sang Guru.
Pada waktu itu, keadaan para murid memang jauh dari rasa damai. Sang Guru mati. Mereka tak lagi punya harapan. Belum lagi adanya tekanan para imam kepala dan ahli Taurat. Bisa dipahami jika mereka merasa bagai telur di ujung tanduk. Nasib serba tak pasti. Dan dalam ketidakpastian itu, Sang Guru datang dan menyapa mereka, ”Damai sejahtera bagi kamu!”
Yesus memberikan damai sejahtera bagi murid-murid-Nya. Itu bukanlah sekadar rasa, tetapi sungguh nyata. Itu juga bukan rasa damai semu, tetapi berdasarkan logika sederhana. Bagaimanapun, Yesus telah bangkit dari maut. Jika maut saja bisa dipatahkan Sang Guru, lalu mengapa pula mereka harus merasa gentar dan hidup dalam ketidakpastian?
Bukankah banyak orang merasa tidak damai karena mereka merasakan ketidakpastian hidup. Hidup memang serba tak pasti. Tetapi, ada kepastian: Yesus bersama dengan mereka. Yesus mendatangi mereka. Mereka tidak pernah sendirian karena Yesus hadir bersama mereka.
Lagi pula, Allah sendiri yang menyatakannya. Yang bicara bukanlah manusia. Jika Allah yang menyatakannya dan memberikannya, lalu apa lagi yang membuat kita merasa resah? Sekali lagi, hidup memang serba tak pasti. Tetapi, yang tidak boleh dilupakan, para murid tidak pernah sendirian.
Saya jadi ingat syair lagu Fanny Crosby: Di jalanku ‘ku diiring oleh Yesus Tuhanku. Apakah yang kurang lagi jika Dia Panduku?Ya, apa lagi yang perlu dikhawatirkan jika Yesus yang menjadi pandu kita?
Dengan tegas penulis Surat Yohanes menyatakan: ”Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.” (1Yoh. 3:1). Dalam Alkitab BIMK dinyatakan: ”Lihatlah betapa Allah mengasihi kita, sehingga kita diakui sebagai anak-anak-Nya.”
Bayangkan: Saudara dan saya diakui sebagai anak-anak-Nya! Dan tak ada Bapa yang tidak menyayangi. Sehingga kalimat Yesus—”Damai sejahtera bagi kamu!”—bukanlah mengada-ada. Sekali lagi, kita diakui sebagai anak-anak-Nya. Pertanyaannya: apakah kita sungguh-sungguh hidup sebagai anak-anak-Nya?
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...