Dar Al-Ifta Mesir: Ikhwanul Muslimin Melegitimasi Kekerasan
KAIRO, SATUHARAPAN.COM – Dar Al-Ifta, otoritas utama Mesir tentang fatwa agama (Islam) mengatakan bahwa kelompok Ikhwanul Muslimin yang sekarang telah dinyataka sebagai organisasi terlarang, telah berusaha "melegitimasi kekerasan."
Pernyataan Dar Al-Iftar tersebut seperti dikutip media Mesir, Al Ahram, Senin (24/8), diungkapkan setelah menemukan sekumpulan dokumen yang terkait dengan Ikhwanul Muslimin yang berisi apa yang Dar Al-Ifta katakan sebagai "aksi teroris" dan pembunuhan tehadap polisi dan personil militer.
Sebuah unit pemantauan dari Dar Al-Ifta menyampaikan komentar pada hari Senin, dua hari setelah dokumen tersebut dirilis secara online, dan diduga dari komite legislatif Ikhwanul Muslimin. Dokumen itu mengklaim meringkas sebuah studi selama berbulan-bulan mengenai "kerja revolusioner" yang disahkan oleh pemimpin Ikhwanul Muslimin.
Dokumen menegaskan hal itu adalah "kewajiban agama" untuk menggunakan "semua bentuk perlawanan" terhadap pemerintah, untuk melawan "pelaku kudeta," istilah yang mengacu pada tahun 2013 terkait penggulingan Presiden Mohammed Morsi, dari Ikhwanul Muslimin.
Dokumen itu menyerukan untk menjadikan target (serangan) kepada "para pelaku (kudeta)", dan mereka yang melaukanya sebagai tidak berdosa, dan pelaku "revolusioner tidak dituduh melakukan kekerasan."
Pada hari Minggu (23/8), bagian dari Dar Al-Ifta yang bertugas memonitor jihad dan ekstrimis mengatakan, dokumen itu berisi sanksi bai pembunuhan polisi, militer dan peradilan, dan menghasut "operasi teroris" di Sinai, di mana tentara sedang memerangi pemberontakan Islamis.
Dar Al Ifta mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin telah menjadi "inkubator" bagi kelompok kekerasan dan ekstremis, dan "melegitimasi kelompok kekerasan" demi kepentingan ideologinya. Bagkan menurut Al Ahram, Ikhwanuil Muslimin dibandingkan dengan kelompok ultra-ekstrimis, Negara Islam Irak dan Suriah.
Sejak digulingkan dari kekuasaan pada tahun 2013, Ikhwanul Muslimin telah dikenakan tindakan keras yang paling agresif dalam sejarah 87 tahun organisasi Islam ini, dan pihak berwenang menyatakannya sebagai sebuah organisasi teroris.
Sebagian pemimpin tertinggi kelompok ini, termasuk mantan Presiden Mesir, Mohammed Morsi, serta ribuan anggota dan pendukungnya telah dipenjara dan dijatuhi hukuman mati.
Para pejabat Mesir menyalahkan kelompok Ikhwanul Muslimin atas munculnya militansi di negara itu sejak protes massa terhadap Morsi dan penggulingannya pada tahun 2013.
Namun demikian, Ikhwanul Muslimin pernah mengatakan pihaknya berkomitmen untuk melakukan aktivitas damai dan tidak ada hubungannya dengan pemberontakan yang telah menewaskan ratusan, terutama dari kaangan polisi dan tentara, selama dua tahun terakhir.
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...