Darmin: Perpres Kilang Minyak Terbit Akhir September
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengatakan peraturan presiden (perpres) mengenai percepatan pembangunan kilang minyak akan terbit akhir September 2015.
"Kita sedang siapkan perpres yang mungkin akhir bulan (September) bisa keluar," kata Darmin seusai pembukaan Rapat Kerja Nasional Bidang Koordinator Asosiasi Kadin di Jakarta, hari Rabu (16/9).
Mantan Gubernur Bank Indonesia itu mengatakan pihaknya akan mendesain kebijakan pembangunan kilang pengolahan minyak mentah menjadi BBM tersebut semenarik mungkin, sehingga bisa meningkatkan ketahanan energi nasional
Menurut Darmin, pemerintah ingin kilang terintegrasi dengan pabrik petrokimia di lokasi yang berdekatan.
"Akan lebih bagus dipasangkan dengan investasi di bidang petrokimia, biasanya akan lebih menarik (untuk investor)," katanya.
Namun, Darmin menegaskan peraturan itu tidak mengharuskan investor kilang minyak untuk mengintegrasikan kilang dengan pabrik petrokimia.
"Itu inisiatif swasta, tapi kita tahu itu akan lebih menarik kalau dipasangkan (kilang dan petrokimia)," katanya.
Darmin juga menjelaskan, Indonesia membutuhkan kilang baru karena kebutuhan BBM yang terus meningkat.
"Kita lama tidak bangun kilang, terakhir itu 22 tahun yang lalu. Padahal, kita perlunya banyak," katanya.
Oleh karena itu, pemerintah kini tengah menyiapkan perpres sebagai payung hukum pembangunan kilang minyak baru.
Perpres tersebut mencantumkan empat opsi terkait pembangunan kilang yakni dilakukan melalui badan usaha, dikerjakan dengan skema kemitraan pemerintah dan swasta (KPS), penugasan kepada PT Pertamina (Persero), dan melalui pembiayaan APBN.
"Swasta bisa masuk, bisa juga join (gabung) dengan Pertamina, bisa juga tidak, asal off taker bisa diatur dengan baik," ujarnya.
Melalui perpres itu diharapkan dalam sepuluh tahun ke depan, bisa dibangun empat kilang dengan kapasitas masing-masing 300 ribu barel per hari untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional.
Pekan lalu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli sempat mengungkapkan beda pendapatnya tentang pembangunan kilang minyak ini jika pembangunannya dibebankan kepada PT Pertamina. Menurutnya, hal itu tidak dirasa perlu karena proyek yang diperkirakan akan menelan biaya USD 2,4 miliar tersebut bukan prioritas karena pasokan minyak yang setengahnya diimpor itu tidak membebani keuangan perseroan.
"Kita membeli setengah juta barel minyak mentah setiap hari, membeli setengah juta finished oil setiap hari, ngapain kita bikin storage? Siapa yang jual barang ke Indonesia, mereka yang (harus) bikin storage-nya," katanya.
Rizal mengusulkan, agar pembangunan tempat penyimpanan minyak bisa dilakukan oleh pihak yang mengimpor minyak ke Indonesia.
"Atau diatur supaya kita cuma bayar biaya aksesnya," katanya.
Menurut dia, dengan demikian, pengeluaran Pertamina bisa dihemat USD 2,4 miliar. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...