Defisit Jaminan Kesehatan Nasional Ditutupi Penerimaan Cukai Rokok
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tim Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia, mengusulkan pemerintah menggunakan penerimaan dari cukai rokok, untuk menutupi defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional.
Tim Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEKK) Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany di Jakarta, Rabu (23/12), mengatakan, dalam bidang kesehatan, program JKN sebenarnya masih menonjol dan menjadi tumpuan reformasi kesehatan, dan secara kuantitatif, program JKN telah berhasil melindungi lebih dari 155 juta penduduk Indonesia atau sekitar 60 persen penduduk.
Ia mengatakan, JKN merupakan suatu sistem jaminan terbesar di dunia yang dikelola oleh satu badan. Oleh karenanya, Indonesia telah menjadi fokus perhatian dunia.
Secara nominal, diprediksi JKN telah mampu memobilisasi dana untuk program kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan mencapai Rp60 triliun.
Namun demikian, secara faktual yang terlindungi melalui JKN belum mencapai jumlah peserta yang dilaporkan, karena sebagian peserta penerima upah (PPU), khususnya kelas menengah atas, tidak menggunakan JKN karena persepsi layanan yang tidak baik.
Target cakupan PPU yang signifikan di 2015 tidak tercapai, karena faktanya komposisi kepesertaan PPU hanya 25 persen saja dari 155 juta peserta JKN.
Sedangkan, Penerima Bantuan Iuran (PBI) Nasional, masih mendominasi dengan porsi 55 persen peserta JKN dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), yang relatif berisiko lebih tinggi mencapai 10 persen.
Karena itu, ia mengatakan biaya berobat PBPU yang mahal tersebut, tentu tidak cukup memadai jika porsi PPU masih rendah. Dan apabila hal itu terus berlanjut, maka JKN di 2016 akan tetap defisit.
Lebih lanjut, ia mengatakan porsi biaya kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk melindungi 60 persen penduduk di 2015, diperkirakan hanya mencapai 20 persen dari total belanja kesehatan penduduk Indonesia. Artinya, tingkat perlindungan hanyalah 20 persen dibagi 60 persen.
Angka tersebut, seperti tiga saja dari belanja kesehatan yang secara internasional masih rendah, karena diperkirakan belanja kesehatan per kapita per peserta dalam JKN di 2015 hanya mencapai Rp30.000 hingga Rp35.000. Sementara belanja kesehatan seluruh rakyat Indonesia di 2015 diperkirakan mencapai Rp120.000 hingga Rp130.000.
Belanja tersebut, katanya, jauh lebih rendah dari belanja kesehatan penduduk Thailand dan Malaysia, yang diperkirakan mencapai Rp450.000 hingga Rp700.000 per kapita di 2015. Karenanya jangan heran jika kualitas layanan kesehatan di Indonesia masih jelek.
Oleh karena itu, ia mengatakan perlu mobilisasi dana lebih besar lagi, salah satu solusi yang realistis dan mudah adalah dari cukai rokok, untuk menutup defisit JKN, yang akan terus naik tetapi mutu layanan belum akan naik secara signifikan di tahun 2016. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...