Demokrasi Maju Jika Berhasil Rawat Kemajemukan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kontestan Konvensi Capres Partai Demokrat Gita Wirjawan mengemukakan kemampuan merawat kemajemukan dan kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa yang harmonis, diyakini mampu memacu kemajuan demokrasi, stabilitas pembangunan serta memperkokoh NKRI.
"Kendati baru sekitar 16 tahun berdemokrasi, meski di sana-sini muncul beragam tantangan, faktanya perekonomian nasional terus tumbuh, yang ikut memicu peningkatan pendapatan perkapita sebanyak lebih empat kali lipat," kata Gita Wirjawan dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Jumat (14/2).
Selama beberapa hari terakhir Gita melakukan kunjungan di Jawa Timur untuk bertemu sejumlah pihak. Pada Kamis (13/2) dia juga berdialog dengan sejumlah tokoh masyarakat, aktivis mahasiswa serta insan pers di ruang redaksi Harian Duta Masyarakat di Surabaya.
Dialog khusus itu juga antara lain diikuti tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Jatim KH Choirul Anam, aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jatim dan jajaran Redaksi Duta Masyarakat.
Gita yang beberapa waktu lalu telah mundur sebagai Menteri Perdagangan untuk fokus berpolitik dengan mengikuti Konvensi Calon Presiden (Capres) Partai Demokrat mengatakan bahwa dirinya pun senafas dengan sikap NU pada 1984 tentang NKRI sudah final.
"NKRI memang sudah harga mati. Di dalamnya ada pluralitas yang harus terus kita rawat dan berdayakan secara harmonis, agar berkontribusi semakin positif bagi kemajuan demokrasi, keutuhan dan kekuatan bangsa," katanya.
Sementara itu, Choirul Anam alias Cak Anam menilai, Gita Wirjawan (GW) merupakan sosok orang muda pintar yang pantas memimpin Indonesia agar semakin berjaya. "Gita orang pinter. Apalagi kakeknya ternyata sepupuan dengan ayah Gus Dur. Saya dukung Gita," katanya.
Sebelumnya, baik Ketua Asosiasi Saudagar Pesantren NU se-Jatim, Dr H Muh Zakki maupun Ketua Indonesia National Ship-owner Association (INSA) Jatim, Stenvens H Lesawengen, mengemukakan, GW dengan bobot profesionalitas serta pengalaman akademik kaliber internasional tetapi ternyata tetap kukuh jiwa nasionalismenya.
"Ini telah mengubah paradigma banyak aktivis tentang GW yang semula banyak disebut-sebut neolib," ujar Lesawengen.
Dia dan Muh Zakki juga menyorot kritis ihwal ulasan sebuah media Australia yang memberi pernilaian negatif terhadap GW, karena dianggap terlalu nasionalis. Itu antara lain terkait kekhawatiran asing atas sikap GW yang dianggap dapat mengancam aliran barang impor Indonesia.
Artinya, menurut Muh Zakki, itu menjadi bukti, GW bukanlah neolib seperti pernilaian segelintir kalangan domestik.
Michael Umbas dari Media Center Gita Wirjawan yang ditemui di lokasi berujar bahwa Gita Wirjawan akan konsisten melakukan pendekatan ke akar rumput.
"Yang pasti setelah tidak menjabat sebagai menteri, GW 100 persen akan dekat dengan rakyat. Dengan sering bertemu rakyat, banyak yang bisa dijelaskan dan mengubah cara pandang orang," katanya. (Ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...