Desmond Tutu Tidak Akan Memilih ANC
SATUHARAPAN.COM – Rohaniawan dan negarawan Afrika Selatan, Desmond Tutu menyatakan dia tidak akan memilih ANC (African National Congres), partai yang berkuasa saat ini sejak tumbangnya kekuasaan apharteid di tahun 1990-an.
Tutu, yang dikenal pejuang untuk kebebasan bersama ANC belakangan mengeluarkan kritik yang tajam terhadap pemerintah dan politik dalam negeri, terutama ditujukan kepada ANC.
Dia adalah mantan Bhishop dan pemenang hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1984. Pada masa awal pemerintahan demokratis, Tutu dipercaya menjadi Ketua Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afsel.
"Saya sangat sedih karena tidak bisa memilih mereka setelah beberapa hal yang telah hilang," katanya yang ditulis kepada Mails Guardian, sebuah surat kabar di Afsel.
Ketimpangan, kekerasan dan korupsi adalah salah satu alasannya. Tutu (81 tahun) adalah seorang pendukung kuat perjuangan ANC melawan kekuasaan minoritas kulit putih. Dia berjuang bersama pemimpin Kongres Nasional Afrika (ANC), Nelson Mandela yang kemudian menjadi presiden kulit hitam pertama negara itu setelah pemilu bagi semua ras pada tahun 1994.
Dia mengatakan, "ANC sangat baik memimpin kita dalam perjuangan untuk bebas dari penindasan," tulis Tutu. "Tapi itu sekarang tidak saya lihat. Unit yang dulu berjuang untuk kebebasan tidak mudah bertransisi menjadi sebuah partai politik.”
Tutu bahkan mengkritik dengan tajam dan menggambarkan Afrika Selatan sebagai "masyarakat yang paling tidak memiliki kesetaraan di dunia." Dia pun menyoroti korupsi, pemerintahan yang tidak akuntabilitas dan kelemahan dalam menjaga konstitusi pada isu penting yang ditangani.
Tutu menjadi semakin kritis terhadap partai yang berkuasa dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2011, ia menuduh pemerintah ANC "menjilat" ke China, setelah pemerintah menunda mengeluarkan visa bagi Dalai Lama, yang diundang untuk menghadiri perayaan ulang tahunnya yang ke-80.
Dalam kesempatan lain, dia juga memperingatkan Afrika Selatan untuk mempersiapkan kematian Mandela.
"Keprihatinan saya adalah bahwa kita tidak mempersiapkan diri, sebagai bangsa, untuk saat yang tak terelakkan akan terjadi."
"Dia berumur 94 tahun, dia memiliki waktu yang ‘singkat’, dan Tuhan telah sangat, sangat baik kepada kita untuk ‘berhemat’ selama bertahun-tahun. Tapi trauma kematiannya akan menjadi sangat jelas jika kita tidak mulai mempersiapkan diri untuk kenyataan bahwa ini akan terjadi pada suatu waktu," katanya menambahkan dalam surat itu.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...