Di Kantor Gubernur DKI, Tantowi Kritik Kebijakan Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi 1 DPR RI Tantowi Yahya mengunjungi Kantor Gubernur DKI Jakarta, Rabu (13/5).
Dalam kunjungannya menjadi pembicara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Regulasi di Tingkat Daerah untuk Meningkatkan Perlindungan Konsumen dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Tantowi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik Rekaman Indonesia (PAPPRI) mengkritik kebijakan Presiden RI Joko Widodo menghapus Kementerian Ekonomi Kreatif.
Kebijakan ini diakui membuat industri kreatif makin tak nampak di Tanah Air. Namun demikian, Tantowi masih bersyukur Jokowi membentuk Badan Ekonomi Kreatif yang bernaung di payung Kementerian Pariwisata.
Kritiknya juga dituangkan melalui keprihatinannya terhadap dunia industri, khususnya dunia musik. Tantowi melihat nasib para pekerja seni di Indonesia tak sebaik nasib pekerja seni di luar negeri.
“Nasib seorang bergerak di bidang seni khususnya musik tak sebaik karyanya,” ujar politikus Golkar itu di tengah-tengah diskusi.
Menurutnya, nasib kurang baik yang diemban oleh para musikus pada khususnya terjadi karena pemerintah kurang memberi perlindungan terhadap karya-karya mereka. Kurangnya perlindungan hukum membuat karya para musikus dengan mudah dibajak dan diedarkan secara ilegal.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pun diakui belum memberikan perlindungan seperti yang diharapkan pelaku industri.
“Industri musik masih berjuang terlepas dari pembajakan dan kelesuan pasar. Apalagi era glogalisasi membuka prospek pemasaran musik yang lebih luas namun risiko lebih besar. Pappri sebagai pemegang hak atas kekayaan intelektual pun sedang mengalami keterpurukan nasib. Padahal di Amerika orang kaya tercatat sebagai orang yang berkiprah pada industri berbasis HAKI. Di Indonesia kondisinya terbalik,” kata Tantowi.
Undang-undang tersebut juga masih dianggap gagal dalam melindungi hak cipta dan menekan upaya pelanggaran hak cipta. Dari data yang diperoleh ASRI pada 2007, penjualan musik ilegal mencapai 95,7 persen. Sementara musik legal hanya tinggal 4,3 persen.
“Dari data yang mencengangkan ini, parahnya upaya penegakan hukum lemah. Tak ada kasus pembajakan hak cipta musik yang dibawa sampai Mahkamah Agung. Ini miris sekali. Kami bayar pajak musik tapi perlindungan nol. Keberpihakan pemerintah tak maksimal membela kepentingan pemusik,” ujar Tantowi.
Dari hasil pusat studi hukum dan kebijakan tahun 2009 pun disebutkan dari 108 peraturan undang-undang yang berkaitan dengan kesenian dan kebudayaan, tidak ada satupun peraturan yang mengatur khusus tentang musik secara mendalam.
Untuk itu, kata dia, Tantowi bersama rekan sejawatnya yang juga menjadi politikus Senayan, Anang Hermansyah dan Dessy Ratnasari tengah merancang undang-undang mengenai hak cipta khusus musik.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...