Disdik DKI: Biar Orangtua Pindahkan Anaknya yang Tawuran
“Orangtuanya saja yang memindahkan, daripada sekolah, nanti dibilang melanggar HAM, kan tidak lucu,” kata lasro terkait anak didik yang di-drop out (DO) karena tawuran.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Lasro Marbun menyebutkan solusi supaya menimbulkan efek jera bagi siswa yang suka tawuran, adalah dengan memindahkan anak didik tersebut sekolah di luar Jakarta. Tetapi bukan sekolah yang memindahkannya, melainkan orangtua anak didik tersebut setelah di-drop out (DO) oleh sekolah.
“Sesuai dengan perintah Pak Gubernur, kalau baru sekali melakukan (tawuran), sanksinya tidak diperkenankan diterima di sekolah negeri, tapi kalau sudah berkali-kali, disarankan tidak sekolah di Jakarta,” tutur Lasro usai Rapat Pimpinan (Rapim) di Balai Kota Jakarta, Senin (17/11).
Menurut pertimbangan Pemprov DKI sebagaimana dikatakan Lasro, solusi anak didik yang dipindahkan ke tempat lain bukan tanpa alasan, hal tersebut dengan anggapan bahwa anak didik setelah mendapatkan suasana baru bisa melakukan kegiatan yang lebih baik lagi.
Selain itu, sanksi dipindahkan sekolah ini diharapkan akan membuat anak didik bertobat, dan tidak akan terpancing melakukan tawuran lagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi tawuran antara SMA 60 dan SMA 109 telah menewaskan seorang siswa kelas XI SMA 109 Jakarta, Andi Audi Pratama (16), di mana tawuran dimenangkan oleh SMA 60. Lasro mengatakan, pelaku dari SMA 60 sudah di-DO, begitu pula pelaku tawuran lainnya dari SMA 109.
“Sudah semuanya, ini baru pertama kali kan kejadian tawuran mereka, jadi sanksinya tidak difasilitasi di sekolah negeri, tentu harapan kita mereka semua berubah. Yang memindahkan nanti orangtuanya, kalau sekolah nanti dibilang melanggar HAM, kan tidak lucu. Untuk pilihan sekolahnya terserah masing-masing orangtua, ada yang mau ke utara, timur, pusat, kami persilahkan,” tegas Lasro.
Menurut Lasro, solusi untuk memutus mata rantai tawuran pelajar adalah pembubaran geng-geng sekolah itu sendiri, namun memang tidak mudah dia mengakui. Pasalnya, keberadaan geng-geng ini underground, jadi harus melakukan berbagai cara untuk mencari tahu di mana-mana saja keberadaan mereka.
“Yang sudah ketahuan baru 15 geng sekolah, kita mau memperluas pencarian. Tapi kita yakin di sekolah lain juga banyak, bukan cuma di situ saja. Nah tadi pagi saya sudah jalan (blusukan, Red), saya tanya sana sini di lingkungannya ada tidak yang seperti ini (geng sekolah, Red), pernah tidak lihat anak-anak sekolah di sini yang nongkrong-nongkkrong, dan saya akan lakukan ini terus,” ungkap Lasro.
Selain itu, solusi untuk menghilangkan perilaku gangster pelajar ini dikatakan Lasro, adalah mendidik dengan hati dan komitmen, yang dilakukan mulai dari anak didik, orangtua, guru beserta seluruh manajemen sekolah.
“Jadi misalnya jajaran saya kalau pergi ke sekolah tidak cukup hanya ke ruang kepala sekolah, tetapi juga harus datang ke ruang-ruang kelas untuk memberikan pemahaman. Misalnya yang saya lakukan ke ruang senior, kalau rambutnya panjang, saya ajak bicara dulu pelan-pelan sebelum meminta anak didik memotong rambutnya,” ungkap Lasro.
Bagi Lasro, anak sekolah sama seperti orang dewasa, ingin bahagia, ingin sukses, hanya saja mereka lebih banyak sering bermasalah dengan dirinya sendiri, misalnya mungkin di rumah ada komunikasi yang kurang intens dengan orantuanya, di lingkungan juga mungkin kurang mampu beradaptasi, di sekolah mungkin kurang dapat perhatian dari guru.
“Pertama itu bukan damai antara sekolah ini dengan sekolah itu, tapi berdamai dengan diri sendiri. Jadi perlakukanlah anak didik sebagai potensi yang luar biasa, sentuh mereka dengan perasaan, berikan motivasi, terus yakinkan kalau mereka bisa sukses, kalau tidak dilakukan, ya mereka bisa jadi macam-macam lah,” ujar Lasro.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...