Diskusi WCC: Bagaimana Membangun Perdamaian dengan Keadilan di Asia
HONGKONG, SATUHARAPAN.COM - Dalam sebuah acara diskusi Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches /WCC) di Tsuen Wan, Hong Kong, peserta membahas "tantangan keamanan masyarakat Asia" dan bagaimana memperkuat upaya menuju "perdamaian yang berkelanjutan yang berkeadilan di Asia Timur Laut."
Komunike yang dihasilkan pada akhir konsultasi, peserta menegaskan bahwa keragaman etnis dan kebangsaan mereka sebagai "perayaan gambar Allah" mengharuskan mereka untuk "melindungi martabat manusia dan menegaskan hak asasi manusia dalam kesetiaan kepada Allah kita."
Mengatasi realitas sosio-politik Asia, komunike menyatakan: "keadilan Tuhan adalah tentang korban, tak berdaya dan terluka. Menyentuh kehidupan mereka dalam solidaritas dan pendampingan adalah ukuran sejati dari pemuridan Kristen. Memastikan kepenuhan hidup bersama-sama dan secara kolektif dengan mereka adalah tanda sejati dari pelayanan Kristen."
Diselenggarakan oleh Komisi WCC Commission of the Churches on International Affairs (CCIA) dan the Christian Conference of Asia (CCA), diskusi diselenggarakan 3-6 Juni.
Diskusi ini dihadiri lima puluh peserta dari Asia, Eropa dan Amerika Utara yang mewakili gereja, Konsili Ekumenis, pelayanan khusus, aktivis perdamaian dan akademisi. Tema diskusi ini sejalan dengan tema sidang raya WCC mendatang.
Tema sidang raya WCC adalah "Allah kehidupan, membawa kita untuk keadilan dan perdamaian," di Busan, Republik Korea, 30 Oktober-8 November.
"Keluhan kami pada kondisi Asia harus berubah menjadi penegasan dan mengusahakan semua agama dan ideologi bekerja tanpa kenal lelah dan berkorban untuk membuat dunia menjadi lebih adil dan penuh kasih sehingga Asia menjadi cerah," demikian menurut komunike.
Kesimpulan komunike ini adalah, "Kami harus menang atas militerisme dan militerisasi dan bergerak dari ekonomi militer ke ekonomi perdamaian." Komunike mendesak gereja-gereja untuk menjadi "agen keadilan dan perdamaian".
Tantangan keamanan masyarakat di Asia
Pada diskusi, Uskup Duleep de Chickera dari Sri Lanka mengatakan, "Untuk mengetahui apakah keadilan itu, kita perlu tahu apa ketidakadilan. Dan untuk mengetahui apakah keadilan itu kita perlu mengalami penderitaan para korban ".
Dia mengatakan bahwa dalam rangka mendirikan "pemerintahan Allah" seperti Yesus berkhotbah, kita harus memikirkan kembali hubungan manusia dan merubah struktur yang tidak adil dalam masyarakat kita.
Dalam diskusi ada pembahasan mengenai peran Jepang pada keamanan masyarakat Asia. Prof Kaseda Yoshinori, seorang pembicara dari Jepang dan seorang ilmuwan politik dari Universitas Kitakyushu, mengatakan, "negara-negara kuat seperti Amerika Serikat, Jepang dan Korea Selatan bermain dengan standar ganda".
Dia menambahkan bahwa pendekatan negara-negara terhadap Korea Utara tidak membantu dalam melindungi keamanan masyarakat dan perdamaian yang berkelanjutan di kawasan Asia Timur Laut.
Dalam diskusi, perwakilan dari gereja-gereja anggota WCC di Korea dan Dewan Nasional Gereja-Gereja Korea membahas proposal untuk isu publik guna perdamaian dan reunifikasi di Semenanjung Korea. Mereka membuat saran dalam perspektif gereja-gereja Korea.
Sebelumnya isu publik "perdamaian, rekonsiliasi dan reunifikasi semenanjung Korea" sudah diusulkan oleh CCIA dan diamanatkan oleh rapat Komite Pusat WCC di Yunani, 2012. Isu ini akan dipresentasikan pada sidang raya WCC di Busan.
Dr Mathews George Chunakara, direktur CCIA, mengatakan bahwa beberapa pembicara dalam diskusi tersebut menyatakan perlunya mengangkat sanksi ekonomi terhadap Korea Utara.
Dia menambahkan bahwa "langkah-langkah untuk mewujudkan perdamaian di Asia Timur Laut yaitu dengan mengakhiri sanksi ekonomi, keuangan dan komersial terhadap Korea Utara dan mengganti perjanjian gencatan senjata dengan perjanjian perdamaian, hal ini pasti efektif mengakhiri kondisi perang saat ini."
Swedia Tidak Akan Lagi Mendanai Badan Bantuan untuk Palestin...
STOCKHOLM, SATUHARAPAN.COM-Swedia tidak akan lagi mendanai badan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRW...