DPR Minta Presiden Bijaksana Pilih Panglima TNI
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jelang berakhirnya masa jabatan Panglima TNI Moeldoko, 31 Juli 2015, DPR meminta Presiden Joko Widodo bijaksana dalam memilih sosok pengganti. Sebab, penunjukkan Panglima TNI adalah hak prerogratif Presiden, yang diatur dalam Undang-Undang No 3 Tahun 2002 tentang TNI.
"Kalau masalah penjatahan Panglima TNI kan sebetulnya selama presiden tidak melanggar UU, itu tidak ada masalah. Ini kan dulu Pak SBY memang membuat satu tradisi baru dengan membuat pergiliran, tapi itu tidak diatur. Itu hanyalah tradisi, artinya selera," ucap Fadli saat ditemui di Melia Hotel and Ressort, Yogyakarta, Sabtu (6/6) malam.
Meski demikian, Fadli tak menampik jika nantinya akan ada kecemburuan dari tiga matra TNI lainnya. Dia menilai, itu adalah konsekeuensi yang harus ditanggung oleh seorang Presiden. "Bisa saja, itu resiko yang harus ditanggung oleh Presiden sendiri, artinya tradisi yang kemarin (jaman SBY) itu dianggap adil, sekarang itu berbeda, ya itu harus dihadapi resikonya," tutur politisi Partai Gerindra itu.
Fadli berharap, agar Panglima TNI terpilih nanti mampu mencegah kekerasan atau bentrok yang terjadi antara TNI dan Polri. Oleh karena itu, dibutuhkan sosok yang bisa mengayomi semua matra dan dapat berkomunikasi dengan aparat lain, termasuk aparat keamanan dan kepolisian.
"Sehingga ya kita tahu proses transisi dari pecahnya dwi fungsi ABRI dan juga pemisahan fungsi antara pertahanan dan keamanan itu masih ada ekses-eksesnya, saya kira itu tidak bisa dipisahkan, tapi ini sudah semakin kecil eksesnya," tutur Fadli.
Editor : Bayu Probo
Uskup Suharyo: Semua Agama Ajarkan Kemanusiaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Uskup Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo mengatakan ap...