Draft INDC untuk UNFCC Dinilai Lemah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global menilai proses Intended Nationally Determined Contributions (INDC) Indonesia untuk United Nations Framework on Climate Chage (UNFCC) masih lemah.
Koalisi menilai draft resmi dokumen INDC yang akan disampaikan pada bulan ini ke UNFCC masih kurang jelas dan tidak partisipatif. Kenyataannya emisi dan deforestasi tidak menurun bahkan cenderung meningkat tidak juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan komitmen penurunan emisi.
Penentuan angka emisi sekitar 29 persen sampai tahun 2030 mendatang dinilai tidak jelas dasarnya, sementara rencana pembangunan lebih menekankan eksploitasi sumber daya alam lebih besar yang mengakibatkan emisi terus meningkat.
Sisilia Nurmala Dewi dari HuMa menyarankan INDC memasukkan unsur-unsur spesifik, terukur, relevan dan berbasis waktu untuk bisa mencapai target penurunan emisi yang bisa diverifikasi di masa depan. Sementara Yuyun Indradi dari Greenpeace Indonesia menilai bahwa minimnya perlindungan hutan dan lahan gambut terlihat dari wabah kebakaran hutan dan lahan yang sampai saat ini masih terjadi.
Akibatnya moratorium hutan yang dilakukan sejak bulan Mei lalu sampai dengan tahun 2017 mendatang terbukti kurang kuat melindung hutan di Indonesia.
Seruan penguatan moratorium yang disampaikan oleh koalisi kepada Pemerintah sampai saat ini tidak mendapat respon baik. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa tingkat deforestasi justru meningkat meski moratorium diberlakukan.
Peningkatan deforestasi terjadi di hutan sekunder atau di wilayah di dalam konsensi yang tidak dilindungi oleh kebijakan moratorium. Perpanjangan pada 5,7 hektar hutan yang di moratorium pun tidak menyelesaikan masalah karena adanya tumpang tindih izin yang berpotensi sekitar 48,5 juta hektar hutan hujan Indonesia masih tetap terancam.
Masukan atas proses INDC Indonesia disampaikan oleh sejumlah perwakilan lembaga swadaya masyarakat (LSM) diantaranya Pius Ginting dari Wahan Lingkungan Hidup (Walhi), Yuyun Indradi dari Greenpeace, Hengky dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Diana Gultom debtWatch Indonesia, Bob Purba dari Forest Watch dan Sisilia Nurmala Dewi dari Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) dalam jumpa pers yang digelar di kantor Walhi Jalan Tegal Parang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan hari Kamis (17/9).
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...