Drama di Penjara Flossenburg
Dalam kesetiaan selalu ada permulaan untuk menjalani hidup dan mengimaninya.
SATUHARAPAN.COM – Seorang pendeta memimpin ibadah dan membawakan renungan di penjara kami. Ia selalu menebarkan suasana bahagia dan sukacita, di tengah kemurungan nasib kami, menunggu giliran dihukum mati. Ia salah satu dari segelintir dari orang yang saya temui yang bagi dia Allah itu nyata dan selalu dekat.
Hari ini ia menceritakan hal bersyukur atas hal-hal kecil, juga mensyukuri kenyataan masih bisa hidup. Sementara kami menghadapi kegetiran setiap kali nama-nama orang dalam ruangan penjara kami dipanggil oleh petugas, dibawa ke tiang gantungan dan tak pernah kembali.
Hari Minggu, 8 April 1945, ia memimpin ibadah kecil, dan berbicara kepada para tahanan dengan cara yang menembus hati kami semua. Kata-kata yang diucapkannya mengungkapkan sebuah makna dari keberadaan orang-orang terpenjara, seperti dirinya sendiri. Ia menggambarkan harapan dan penghiburan bagi kami dari makna ayat Alkitab: ”Oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes. 53:5)
Sebelum doa-doa kami usai pada akhir ibadah, suara pintu besi penjara menyentak kami. Sebuah teriakan, ”Tahanan Bonhoeffer, ikut kami!” Sebuah perintah yang artinya hukuman mati di tiang gantung. Kami semua mengucapkan selamat tinggal.
Aku adalah orang terakhir yang berada di dekatnya, dan dia berbisik, ”Inilah akhirnya, tetapi bagi saya ini adalah permulaan hidup.” Dia membisikkan pengharapan imannya kepadaku, yang tak pernah terhenti walau menghadapi tiang gantungan hukuman mati.
Dalam kesetiaan selalu ada permulaan untuk menjalani hidup dan mengimaninya!*
*Catatan seorang perwira Inggris dari penjara Flossenberg (diracik dari Dietrich Bonhoeffer, Hidup Bersama:Membangun Komunitas Berbagi [Jakarta: Literatur Perkantas, 2016])
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...