Dua Gubernur Irak Mundur karena Protes dan Praktik Korupsi
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Gubernur Provinsi Najaf, Irak mengundurkan diri pada hari Jumat (24/12), sehari setelah gubernur lain juga mundur menyusul demonstrasi memprotes kondisi kehidupan dan korupsi.
Louai Al-Yasseri mengundurkan diri dari sebagai Gubernur Najaf, di Irak tengah, sehari setelah gubernur Provinsi Nasiriyah di wilayah selatan mundur menyusul penindasan dengan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa.
Kepergian mereka menegaskan tantangan yang dihadapi Irak yang dilanda perang, dan betapa sedikit yang berubah meskipun protes melanda Baghdad dan wilayah selatan dua tahun lalu.
Puluhan ribu demonstran turun ke jalan untuk mengekspresikan kemarahan mereka pada praktik korupsi, pengangguran dan layanan publik yang buruk, dan ratusan kehilangan nyawa mereka dalam kekerasan terkait protes.
Yasseri mengumumkan pada konferensi pers bahwa dia akan meninggalkan jabatannya di kota suci Syiah, menurut kantor berita resmi Irak.
Pengunduran dirinya menyusul kritik keras dari pemimpin terkemuka Syiah, Moqtada al-Sadr, yang muncul sebagai penguasa setelah pemilihan legislatif pada Oktober.
Al-Sadr melakukan kunjungan publik ke Najaf pada hari Rabu setelah "laporan korupsi dan kekurangan di lembaga ini", menurut kantor berita itu. "Kami akan berupaya mencopot Gubernur Najaf dan menggantikannya secara hukum," katanya.
Pada hari Jumat malam, al-Sadr menyambut pengunduran diri gubernur sebagai “langkah ke arah yang benar.”
Dalam beberapa pekan terakhir, demonstrasi sporadis pecah di Najaf dan provinsi tetangga, Diwaniya, serta di Nasiriyah. Para pengunjuk rasa mengecam kondisi kehidupan dan menyerukan kesempatan kerja bagi lulusan muda.
Perdana Menteri Mustafa al-Kadhemi mengadakan pertemuan keamanan pada hari Rabu untuk membahas protes itu, di mana ia mengulangi perlunya menghindari "penggunaan kekuatan atau penembakan."
Keesokan harinya, Gubernur Nasiriyah, Ahmed Ghani Khafaji, mengumumkan pengunduran dirinya setelah protes di mana tiga orang ditembak dan terluka, menurut sumber medis.
Demonstrasi tahun 2019 mereda setelah tindakan keras berdarah dan pecahnya pandemi virus corona. Lebih dari 600 orang tewas dan puluhan ribu terluka selama protes. Kadhemi memajukan pemilihan ke bulan Oktober sebagai konsesi bagi para demonstran.
Tapi kemarahan berubah menjadi kekecewaan dan surat suara mencatat rekor jumlah pemilih yang rendah. Gerakan al-Sadr, yang pernah memimpin milisi melawan pasukan pemerintah Amerika dan Irak, memenangkan 73 dari total 329 kursi majelis, kata komisi pemilihan. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...