Dua Mantan PM Aljazair Dihukum Penjara
Dua Hari Menjelang Pemilu Yang Dicurigai Sebagai Taktik Rezim Lama
ALJIR, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan Aljazair menjatuhkan hukuman terhadap dua mantan perdana menteri negara itu, terkait korupsi tingkat tinggi yang terjadi selama pemerintahan Presiden Abdelaziz Bouteflika, pada hari Selasa (10/12).
Bouteflika telah mengundurkan diri akibat desakan protes massal pada bulan April. Dan vonis itu dijatuhkan hanya dua hari sebelum Aljazair akan memilih presiden untuk menggantikan Bouteflika. Pemungutan suara itu juga ditentang keras oleh gerakan protes rakyat negara itu yang telah berlangsung sembilan bulan. Pemrotes melihat pemilihan itu sebagai sebuah taktik rezim lama untuk mempertahankan kekuasaan.
Mantan Perdana Menteri, Ahmed Ouyahia dan Abdelmalek Sellal, keduanya dekat dengan presiden yang digulingkan, masing-masing dihukum 15 tahun dan 12 tahun penjara. Ini adalah pertama kalinya sejak kemerdekaan Aljazair dari Prancis pada tahun 1962 bahwa mantan perdana menteri diadili. Namun Jaksa penuntut negara mengajukan hukuman penjara 20 tahun untuk dua mantan perdana menteri itu.
Secara keseluruhan, 19 terdakwa diadili atas tuduhan pencucian uang hingga penyalahgunaan jabatan dan memberikan hak istimewa yang tidak semestinya dalam industri perakitan kendaraan.
Sektor otomotif Aljazair yang baru dimulai tahun 2014, melalui kemitraan antara kelompok asing dan perusahaan besar Aljazair, banyak di antaranya dimiliki oleh pengusaha yang terkait dengan kelompok Bouteflika.
Seorang mantan menteri perindustrian, Abdeslam Bouchouareb, sekarang dalam pelarian di luar negeri, dihukum 20 tahun pejnjara dalam pengadilan in absentia. Dua mantan menteri industri lainnya, Mahdjoub Bedda dan Youcef Yousfi, dihukum 10 tahun.
Pengusaha Ali Haddad, pendiri dan CEO perusahaan konstruksi swasta ETRHB dan mantan kepala organisasi pengusaha utama Aljazair, dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun.
Tiga pengusaha yang memiliki pabrik perakitan kendaraan, Ahmed Mazouz, Hassen Arbaoui dan Mohamed Bairi, masing-masing dijatuhi hukuman tujuh tahun, enam tahun dan tiga tahun.
Pengacara mantan perdana menteri memboikot persidangan, menuduh persidangan "dipolitisasi" dan dipengaruhi oleh iklim "penyelesaian masalah".
Membersihkan Rezim Lama
Penuntutan terhadap pejabat tingkat tinggi tidak banyak membantu menenangkan para pengunjuk rasa yang terus turun ke jalan sejak pengunduran diri Bouteflika. Rakyat menuntut pembersihan total rezim lama dan sistem yang didominasi militer yang telah memerintah Aljazair sejak kemerdekaan.
Banyak yang khawatir bahwa persidangan itu hanyalah pembersihan tingkat tinggi dalam pergulatan antara orang dalam rezim yang masih kuat, dan bukannya upaya tulus untuk mereformasi negara.
Komando tinggi militer, yang telah lama memegang kekuasaan dari belakang layar, kini telah dipaksa untuk mengambil peran garis depan yang terlihat dalam pemerintahan. Namun militer menolak tuntutan para pemrotes dan masyarakat sipil untuk melakukan reformasi besar-besaran.
Rakyat menyerukan untuk perubahan konstitusi yang selama ini digunakan untuk melegitimasi cengkeraman Bouteflika pada kekuasaan. Namun pihak tentara hanya mengajukan pemilihan umum presiden untuk memilih pengganti Bouteflika, dengan mengatakan itu adalah satu-satunya jalan untuk menyelesaikan krisis politik.
Meskipun belum ada jajak pendapat yang diterbitkan, para pengamat menduga tingkat partisipasi rakyat akan rendah, seperti pemilihan sebelumnya dalam sistem politik yang dinilai oleh pemilih sebagai kaku dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Jajak pendapat untuk lima kandidat presiden yang telah berkampanye menunjukkan respons yang rendah. Semuanya dianggap "anak-anak dari sistem" sebelumnya. Mereka dinilai sebagai pendukung Bouteflika atau berpartisipasi dalam pemerintahannya, dua orang sebagai menteri dan dua lainnya sebagai perdana menteri.
Para pengunjuk rasa menuduh mereka melindungi rezim dengan mencalonkan diri dalam pemilihan.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...