Duka untuk Paris
Tanpa sadar kita kadang membuat orang lain terluka.
SATUHARAPAN.COM – Dalam sekejap, mata dunia tertuju pada Paris, kota yang terkenal dengan Menara Eiffe-nya. Kota mode dunia itu diserang teroris pada 13 November 2015. Akibatnya, ratusan orang meninggal dunia dan terluka. Simpati dan duka mendalam membuat banyak orang mengubah profil picture media sosial mereka dengan gambar bendera Perancis atau Menara Eiffel, Pray for Paris.
Mengapa para teroris dapat melakukan kekejaman, melukai bahkan mencabut nyawa ciptaan Sang Pencipta, dengan mengatasnamakan kebesaran nama-Nya? Bukankah Allah menciptakan alam semesta untuk kemuliaan nama-Nya? Menciptakan dunia dan makhluk-makhluk di dalamnya menurut otoritas-Nya? Jika ada seseorang yang mempunyai sifat, karakter, dan prinsip hidup yang berbeda dengan kita, dapatkah kita mencederainya dengan mengatasnamakan Dia yang mengatur dan membuat skenario kehidupan setiap manusia.
Duka untuk Paris juga membuka mata hati saya, dalam kegiatan yang mengatasnamakan pelayanan di gereja pun, kadang keinginan untuk melakukan yang terbaik telah melukai hati orang lain. ”Hasil karya ini tidak sesuai,” demikian yang saya katakan. Dan tanpa sadar itu membuat orang lain terluka karena waktu dan usaha yang telah diupayakannya. Bukankah hal itu menjadi sia-sia? Keinginan menjadi berkat malah menjerumuskan orang lain dalam luka hati.
Kiranya kita sebagai manusia yang taat pada Sang Pencipta—mengasihi-Nya dengan sungguh, senantiasa ingin melakukan yang terbaik untuk Sang Pengasih—tidak menjadi bumerang bagi sesama kita walaupun berbeda.
Pray for Paris, Pray for Us.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...