Dunia Dalam Krisis Polusi Plastik, Tapi Perundingan Perjanjian Berlangsung Alot
BUSAN, KOREA SELATAN, SATUHARAPAN.COM-Negara-negara di dunia menyelesaikan perundingan perjanjian akhir pekan ini untuk mengatasi krisis polusi plastik global.
Pertemuan mereka berakhir hari Minggu atau Senin (1-1/12) dini hari di Busan, Korea Selatan, tempat banyak organisasi lingkungan juga berbondong-bondong untuk mendorong perjanjian guna mengatasi volume produksi dan bahan kimia beracun yang digunakan dalam produk plastik.
Greenpeace mengatakan pihaknya meningkatkan tekanan pada hari Sabtu dengan mengirim empat aktivis internasional ke Daesan, Korea Selatan, yang menaiki kapal tanker menuju pelabuhan untuk memuat bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik.
Graham Forbes, yang memimpin delegasi Greenpeace di Busan, mengatakan aksi tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan para pemimpin dunia bahwa mereka memiliki pilihan yang jelas: Menetapkan perjanjian yang melindungi manusia dan planet ini, atau berpihak pada industri dan mengorbankan kesehatan setiap orang yang hidup dan generasi mendatang.
Berikut ini hal-hal yang perlu diketahui tentang plastik:
Setiap Tahun, Dunia Memproduksi Lebih dari 400 Juta Ton Plastik Baru
Penggunaan plastik telah meningkat empat kali lipat selama 30 tahun terakhir. Plastik ada di mana-mana. Dan setiap hari, setara dengan 2.000 truk sampah penuh plastik dibuang ke lautan, sungai, dan danau di seluruh dunia, kata PBB. Sebagian besar negara sepakat untuk membuat perjanjian global pertama yang mengikat secara hukum mengenai polusi plastik, termasuk di lautan, pada akhir tahun 2024.
Produksi plastik dapat meningkat sekitar 70% pada tahun 2040 tanpa perubahan kebijakan
Produksi dan penggunaan plastik secara global diperkirakan akan mencapai 736 juta ton pada tahun 2040, menurut Organisasi Antar Pemerintah untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan.
Panama memimpin upaya untuk mengatasi pertumbuhan eksponensial produksi plastik sebagai bagian dari perjanjian tersebut, yang didukung oleh lebih dari 100 negara. Jumlah plastik sudah terlalu banyak, kata Juan Carlos Monterrey, kepala delegasi Panama.
“Jika kita tidak memiliki produksi dalam perjanjian ini, hal itu tidak hanya akan sangat menyedihkan, tetapi perjanjian tersebut juga dapat disebut perjanjian daur ulang greenwashing, bukan perjanjian plastik,” katanya dalam sebuah wawancara. “Karena masalahnya tidak akan teratasi.”
China, Amerika Serikat, dan Jerman adalah Pemain Plastik Terbesar
China sejauh ini merupakan pengekspor produk plastik terbesar pada tahun 2023, diikuti oleh Jerman dan AS, menurut Asosiasi Industri Plastik.
Bersama-sama, ketiga negara tersebut menyumbang 33% dari total perdagangan plastik global, kata asosiasi tersebut.
Amerika Serikat mendukung adanya pasal dalam perjanjian yang membahas pasokan, atau produksi plastik, kata seorang anggota senior delegasi AS kepada The Associated Press pada hari Sabtu.
Sebagian Besar Plastik Berakhir sebagai Limbah
Kurang dari 10% plastik didaur ulang. Sebagian besar plastik dunia berakhir di tempat pembuangan sampah, mencemari lingkungan, atau dibakar.
Sarah Dunlop, kepala plastik dan kesehatan manusia di Minderoo Foundation, mengatakan bahan kimia merembes keluar dari plastik dan "membuat kita sakit."
Forum Masyarakat Adat Internasional tentang Plastik mengadakan acara tentang dampak plastik pada hari Sabtu di sela-sela pembicaraan. Mereka ingin perjanjian tersebut mengakui hak-hak mereka sepenuhnya, dan hak asasi manusia universal untuk lingkungan yang sehat, bersih, aman, dan berkelanjutan. Juan Mancias dari Bangsa Carrizo/Comecrudo di Texas berbicara tentang perasaan memiliki hubungan spiritual dengan tanah.
“Lima ratus tahun yang lalu, kita memiliki air bersih, udara bersih, dan tidak ada plastik,” katanya. “Apa yang terjadi?”
Banyak Plastik Digunakan untuk Pengemasan
Menurut PBB, sekitar 40% dari semua plastik digunakan dalam pengemasan. Ini termasuk wadah makanan dan minuman plastik sekali pakai — botol air, wadah makanan bawa pulang, tutup kopi, sedotan, dan kantong belanja — yang sering kali mencemari lingkungan.
Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB Inger Andersen mengatakan kepada para negosiator di Busan bahwa perjanjian tersebut harus mengatasi masalah ini.
“Apakah ada barang-barang plastik tertentu yang dapat kita hidup tanpanya, yang sering kali bocor ke lingkungan? Apakah ada alternatif untuk barang-barang ini? Ini adalah masalah yang harus kita sepakati,” katanya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Vladimir Putin Menyetujui Anggaran Militer Rusia Tahun 2025-...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Presiden Rusia, Vladimir Putin, telah menyetujui anggaran yang difokuskan pa...