Engkau Ini Kepunyaan-Ku
Hidup berdasarkan keselamatan juga berarti hidup yang diperkenan Allah.
”Janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku” (Yes. 43:1). Sapaan Allah, melalui Nabi Yesaya ini, tidak bergaung dalam ruang hampa. Suara itu berkumandang dalam konteks, yaitu: pembuangan Babel.
Orang Israel diangkut ke Babel sebagai tawanan. Mereka dibawa ke Babel untuk menjadi warga negara tanpa kelas! Di tengah suasana perbudakan itu, Allah berfirman, ”Janganlah takut!” Inilah Injil Perjanjian Lama. Menarik disimak, nama Yesaya sendiri berarti TUHAN menyelamatkan!
Israel diminta untuk tidak takut. Namun, ketidaktakutan itu bukan karena kemampuan mereka, tetapi karena Allah. Pertama, karena Allah telah menebus Israel. Itu berarti orang Israel tidak lagi dikuasai bangsa mana pun. Satu-satunya yang menguasai mereka adalah Allah sendiri.
Kedua, karena peristiwa penebusan itu tidak terjadi secara massal, tetapi pribadi demi pribadi. Allah yang menebus Israel itu memanggil nama mereka. Nama merupakan jati diri pertama yang dimiliki manusia.
Dalam setiap kartu identitas, yang pertama dan terutama adalah nama. Juga saat kita berkenalan dengan orang lain, maka nama merupakan hal yang biasa kita sebut pertama kali. Dipanggil seturut nama berarti diakui keberadaannya. Apa pun nama kita, tentu kita kesal jika ada orang yang salah mengeja nama kita.
Ketiga, karena Israel adalah kepunyaan Allah. Israel adalah milik Allah. Itu berarti Allah sungguh berkepentingan, dan peduli, ketika sesuatu terjadi atas umat-Nya.
Kisah Israel mirip dengan kisah setiap Kristen. Ketika seseorang dibaptis, dia telah mengalami penebusan Allah di dalam dirinya, dipanggil seturut namanya, dan menjadi milik Allah. Baptisan merupakan bukti bahwa Allah sungguh mengasihi kita. Dan pertanyaan yang layak kita ajukan: ”Sudahkah kita hidup berdasarkan keselamatan yang telah kita terima dalam baptisan itu?”
Dalam peristiwa pembaptisan Yesus di Sungai Yordan, Sang Bapa bersabda, ”Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan” (Luk. 3:22). Dan sama seperti Sang Anak, kita juga dikasihi Bapa! Pertanyaannya: ”Berkenankah Bapa kepada kita?”
Hidup berdasarkan keselamatan juga berarti hidup yang diperkenan Allah. Caranya? Marilah kita belajar seperti Sang Anak untuk selalu berkata, ”Jangan kehendak-ku Bapa, kehendak-Mu jadilah!”
Editor : Yoel M Indrasmoro
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...