Eugene Carson Blake, Tokoh di Balik Gerakan Hak-hak Sipil AS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hari ini adalah peringatan 50 tahun pidato yang terkenal dari pendeta Dr. Martin Luther King Jr, “I Have A Dream”. Gerakan ini antara lain dimulai dengan pawai besar pada Maret 1963, yang kemudian menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat. Mereka datang dengan menyanyikan lagu “We Shall Overcame” (Kita Akan Mengatasi), dan kemudian mereka berkumpul di Boulevard yang membentang jauh dari Capitol Hill, gedung Kongres AS di Washington DC.
Lima bulan kemudian, di arena itu, kumpulan manusia yang begitu beragam dan dalam jumlah besar bersatu untuk melawan diskriminasi. Dan mereka mendengarkan sejumlah pidato dari berbagai tokoh, dan yang terkenal adalah pidato King.
Gerakan anti kekerasan, anti diskriminasi dan hak asasi manusia ini dipelopori oleh gereja-gereja dan kelompok-kelompok sosial yang begitu beragam. Pawai besar pada Maret itu diorganisir oleh antara lain seorang palayan gereja berkulit putih Eugene Carson Blake.
Pawai di Washington itu diselenggarakan melalui koalisi kelompok-kelompok sosial, termasuk organisasi Yahudi dan Kristen. Mereka yang menjadi “satu tubuh” dalam Dewan Nasional Gereja-gereja Kristus di Amerika Serikat, diwakili Eugene Carson Blake yang masuk dalam komite pengarah pawai. Blake berasal dari Gereja United Presbyterian.
Blake adalah salah satu pembicara yang berdiri di podium di Washington pada 28 Agustus 1963. Dia berpidato sebelum King. Namanya cukup dikenal dalam gerakan itu. Satu bulan sebelumnya acara akbar di Washington, tepatnya pada 4 Juli yang merupakan libur nasional (hari kemerdekaan Amerika Serikat), dia ditangkap bersama pengunjuk rasa lainnya di gerbang sebuah taman hiburan yang dikelola secara rasialis di luar Baltimore, Maryland. Blake menyebut peristiwa itu sebagai "Pelayan kulit putih pertama yang ditangkap dalam demonstrasi memperjuangkan hak-hak sipil".
Blake mengakui bahwa meskipun banyak resolusi gereja di Amerika Serikat yang berjiwa besar tentang masalah hak sipil, gereja belum menjadi gereja yang berbaur atau dibaurkan. Hal itu terjadi karena gereja-gereja di Amerika telah gagal untuk menempatkan gereja sebagai rumah dalam rangka mewujudkan semangat Proklamasi Emansipasi yang sudah seabad. “Amerika Serikat masih menghadapi krisis rasial,” kata dia ketika itu.
Kurang dari tiga tahun kemudian, Eugene Carson Blake menjadi Sekretaris Jenderal Dewan Gereja-gereja Dunia (World Council of Churches / WCC). Dan dalam gerakannya, dia masih mampu mempertahankan hubungan dengan para pemimpin AS. Dia juga berhasil mengajak Martin Luther King untuk menyampaikan pidato pada pembukaan sidang raya WCC tahun 1968 di Uppsala, Swedia. Sayang, King teman seperjuangan Blake dibunuh empat bulan sebelum sidang raya diselenggarakan. (oikoumene.org)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...