Fairfax: Yasonna Laoly Jamin Jessica Tidak Dihukum Mati
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, diberitakan telah menandatangani secara pribadi surat jaminan bahwa Jessica Kumolo Wongso tidak akan menghadapi hukuman mati jika terbukti bersalah. Jessica kini berstatus terdakwa atas kasus terbunuhnya temannya, Wirna Mirna Salihin, setelah meneguk kopi yang dituduh telah dibubuhi racun sianida.
Kantor berita Australia, Fairfax, melaporkan Yasonna Laoly menegaskan pemerintah Indonesia telah memberikan jaminan tertulis bahwa Jessica tidak akan dieksekusi hukuman mati jika terbukti bersalah.
"Ya, saya adalah orang yang menjamin itu," kata Yasonna Fairfax Media.
"Kami telah menulis surat itu. Kami mengkoordinasikannya dengan Jaksa Agung dan Kapolri."
Sebagaimana telah menjadi pemberitaan hangat di Indonesia, Jessica, seorang Indonesia dengan status tinggal permanen di Australia, dituduh melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin, temannya semasa mahasiswa Australia.
Mirna meninggal karena keracunan sianida pada 6 Januari setelah minum kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica di sebuah kafe di pusat perbelanjaan Jakarta.
Hukuman mati adalah hukuman maksimum untuk pembunuhan berencana di Indonesia.
Indonesia meminta Polisi Federal Australia untuk memberikan bantuan dalam menyelidiki kasus ini mengingat Jessica pernah bekerja untuk NSW Ambulance di Australia sampai akhir tahun lalu. Mirna dan Jessica juga pernah sama-sama belajar di Billy Blue College of Design Sydney dan Swinburne University of Technology di Melbourne.
Namun, menurut pedoman AFP, dalam memberikan bantuan internasional terhadap tersangka yang berpotensi mendapat hukuman mati, persetujuan menteri.
AFP menghadapi kritik karena menyerahkan informasi kepada pihak berwenang Indonesia dalam kasus Bali Nine, yang menyebabkan penangkapan mereka karena penyelundupan heroin pada tahun 2005. Koordinator dari Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dieksekusi mati di Indonesia tahun lalu.
Pedoman baru untuk peran AFP dalam kasus yang melibatkan hukuman mati diperkenalkan pada tahun 2009 setelah pengadilan federal membebaskan AFP dari tuduhan bertindak melawan hukum dalam kasus Bali Nine. Namun, saat bersamaan dinyatakan bahwa protokol baru diperlukan dalam kasus sejenis.
Kantor Jaksa Agung Australia mengatakan pemerintah Indonesia telah memberikan jaminan kepada pemerintah Australia bahwa hukuman mati tidak akan dijatuhkan dalam kasus Jessica.
"Kami memberikan jaminan, sebab jika tidak, mustahil bahwa mereka (Australia) menerima tim kami (untuk pergi) ke sana," kata Yasonna.
Namun Profesor Tim Lindsey, Direktur Center for Indonesian Law, Islam and Society di Universitas Melbourne, mempertanyakan keandalan perjanjian antara kedua negara.
"Saya pikir itu tidak banyak artinya jaminan semacam itu dalam hukum ... Anda bisa membayangkan situasi di mana ia masih bisa dieksekusi."
Dr Lindsey mengatakan ada pemisahan kekuasaan antara sistem hukum dan pemerintah di Indonesia. "Pemerintah tidak bisa melakukan sesuatu yang akan mengikat hakim," katanya.
"Bahkan jika jaksa tidak melakukan tuntutan hukuman mati, hakim bisa mengabaikan itu."
"Jika pun ada surat yang menjanjikan grasi, itu harus datang langsung dari presiden dan bahkan kemudian itu akan sangat diragukan karena presiden hanya dapat melakukannya setelah ada permohonan dan terdakwa telah menerima vonis dari Mahkamah Agung."
"Dia mungkin tidak akan terikat oleh surat itu. Sebagai soal hukum, itu adalah kesepakatan yang sangat aneh dan saya tidak tahu itu benar-benar dapat diandalkan."
Editor : Eben E. Siadari
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...