Film-film dalam ARKIPEL Festival Memuat Isu Global Terkini
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - ARKIPEL Jakarta International Documentary & Experimental Film Festival 2014 (ARKIPEL Festival) hari Selasa (17/9) menayangkan film peserta kompetisi di Kineforum Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Film peserta kompetisi memuat isu-isu global terkini.
Film peserta kompetisi ARKIPEL Festival berjumlah 29 film dari 320 film yang diseleksi, dari seluruh dunia. Pada Selasa ARKIPEL Festival menayangkan 14 dari 29 film peserta kompetisi yang berasal dari Turki, Kuba, Portugal, Yunani, Afghanistan, Argentina, Rusia, Spanyol, Perancis, AS, Angola, Indonesia dan Swedia. Film peserta kompetisi akan memperebutkan empat kategori penghargaan ARKIPEL Festival.
Penayangan film peserta kompetisi di Kineforum dibagi menjadi empat sesi yang berakhir pada malam hari. Sesi pertama ditayangkan film peserta yang dikelompokkan dalam tema “Lokasi dan Distopia” yaitu 5-9 (Swedia), Into the World (Prancis), Uyuni (Argentina), Bois D’Arcy (Prancis), Tabato (Angola), Sun Song (AS) dan Gundah Gulana (Indonesia). Film-film itu memuat pandangan-pandangan politik, sosial, budaya mengenai lokasi.
Film 5-9 karya Ulf Lundin menghadirkan aktivitas pekerja kantoran usai jam kerja di gedung bertingkat. Pengakuan penyandang disabilitas yang dikucilkan dan mengalami tekanan psikis dijelaskan dalam film Into the World karya sutradara Christophe Bison. Isu-isu penindasan penguasa dan kolonialisme terhadap lingkungan masyarakat ditampilkan dalam Uyuni karya Andres Denegri, dan Tabato karya Joao Viana.
Bois D’Arcy dan Sun Song, menampilkan kehidupan kelompok etnis minoritas dan rasime dalam aktivitas sehari-hari. Sementara film Gundah Gulana, karya dosen FISIP Universitas Airlangga, memuat kritik terhadap meredupnya citra superhero lokal di media massa dengan gaya satire.
Sesi kedua dan ketiga ARKIPEL Festival menampilkan film yang dikelompokkan dalam tema “Eksperimentasi Sebagai Keberpihakan Politik”, menampilkan film perjuangan politik individu atau masyarakat dari seluruh dunia. Sesi itu menampilkan film The Park (Turki), Balcony Tales (Kuba), Grandfather Cortico (Portugal), Playing with Fire (Yunani/Afghanistan), Scream (Argentina) dan The Shadow of Your Smile (Rusia).
Dalam film The Park karya sutradara Dorota dan Monika Proba, menampilkan dokumentasi demonstrasi rakyat Turki menentang rencana Perdana Menteri Erdogan menggusur Taman Gazi di Istanbul. Film itu dengan jelas menggambarkan konsep “rakyat” dan “penindas”. Sementara perjuangan perempuan Afghanistan untuk bermain teater, yang dapat berakibatkan pada kematian ditampilkan dalam film Playing with Fire karya sutradara teater Yunani, Annetta Papathanassiou.
Sesi terakhir menayangkan film Asier and I karya Amaia Merino dan Aitor Merino, menceritakan persahabatan sutradara Aitor Merino dengan Asier Aranguren, yang keduanya berasal dari Basque (daerah yang menuntut kemerdekaan dari Spanyol). Persahabatan diuji ketika Merino berpandangan politik pro-Spanyol, sementara Aranguren menjadi anggota radikal ETA, milisi yang memperjuangkan kemerdekaan Basque.
Selain menayangkan film-film dokumenter dan eksperimental dari seluruh dunia, ARKIPEL Festival melaksanakan kegiatan diskusi, lokakarya perfilman dan pameran. Acara puncak pengumuman film peraih penghargaan ARKIPEL Festival akan diadakan di Graha Bhakti Budaya TIM, Kamis (18/9) pukul 19.00-22.00 WIB.
Setiap kegiatan ARKIPEL Festival dibuka untuk umum dan gratis.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...