Gereja Butuh Dekolonisasi dari Teologi Barat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Banyak gereja di Indonesia dewasa ini membutuhkan dekolonisasi dari teologi Barat, karena seyogyanya banyak gereja yang harus menghormati adat istiadat setempat (local wisdom).
“Sekarang ini banyak gereja di Indonesia dan di dunia dipengaruhi teologi Barat, yang banyak dianggap sebagai teologi yang egois, egosentris, dan menindas. Saat ini gereja-gereja harus berubah dari pemahaman tersebut dan melakukan dekolonisasi, yakni berubah total dari paradigma tersebut,” kata mantan Ketua Umum Badan Pekerja Majelis Sinode Wilayah Gereja Kristen Indonesia (BPMSW GKI) Sinode Wilayah Jawa Barat, Pendeta Emeritus Kuntadi Sumadikarya, pada Diskusi Gerakan Oikotree Indonesia, hari Rabu (11/11) di Aula Sinar Kasih, Jl. Dewi Sartika no. 136 D, Jakarta.
Kuntadi memberi contoh. Kata dia, dalam bahasa teologis, Tuhan memberikan benua Amerika kepada suku Indian sebagai suku yang mula-mula mendiami sebagian besar benua itu.
“Tapi nyatanya yang menguasai bukan orang-orang Indian, orang Indian justru dihilangkan, sama halnya kalau kita melihat benua Australia. Tuhan berikan kepada siapa,” kata Kuntadi.
“Ke orang Aborigin. Sekarang mereka tinggal dimana? Di kampung, di padang gurun setelah survive dari genosida, dan tindakan tersebut dibenarkan oleh teologi Barat,” kata Kuntadi.
Kuntadi menyebut teologi Barat semacam itu terjadi di Indonesia, karena pemahaman Kristen di Indonesia mewarisi hal tersebut dari Belanda sehingga banyak gereja di Indonesia memerlukan dekolonisasi.
Kuntadi menyebut contoh lain adalah dalam hal tugas gereja memenangkan jiwa. Ia mengatakan adanya metode pekabaran Injil yang bersifat ‘menaklukkan’. “Apa artinya menaklukkan ? mengajak orang yang belum (memeluk agama, Red) Kristen menjadi Kristen. Itulah yang harus dihilangkan atau dekolonisasi," kata dia.
“Metode pekabaran Injil harus dengan metode menabur benih, bahwa benihnya tumbuh atau nggak, itu kuasa Tuhan,” kata dia.
Menurut dia, Alkitab tidak menolak orang dari budaya-budaya dan agama-agama lain tetapi menolak penyembahan berhala karena yang harus dikerjakan semua agama besar di dunia saat ini dapat dilihat dalam pencarian kehidupan dalam relasi yang adil, yang menentang kemakmuran yang tak terbagi.
“Contoh lainnya adalah kalau kita hidup di kota besar, kita sekarang belum ke gereja kalau belum berpikir tentang gedung, dan kelengkapan yang ada di dalam gereja,” kritik dia.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...