Gereja Ganjuran Perpaduan Hindu dan Keraton Jogja
BANTUL, SATUHARAPAN.COM – Gereja Hati Kudus Yesus atau yang sering dikenal dengan Gereja Ganjuran merupakan salah satu gereja yang cukup unik di Yogyakarta.
Gereja yang dibangun sejak 1924 ini memiliki arsitektur perpaduan Keraton Yogyakarta dan arsitektur Hindu. Perpaduan ini terpengaruh masuknya kerajaan Hindu seperti Majapahit, Singasari, dan lain-lain yang cukup mendominasi Nusantara serta terpengaruh berkuasanya Keraton Yogyakarta pada masa itu.
Carolus Wartijo, pemberi informasi para peziarah yang ditemui satuharapan.com pada Minggu (28/12) sore mengatakan gereja dibangun oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Julius Schmutzer.
“Dulu Schmutzer memiliki pabrik di timur candi ini. Dia memiliki keyakinan teguh terhadap Hati Kudus Tuhan Yesus, berdevosi kepada Tuhan Yesus. Sewaktu dia mendirikan pabrik, kebetulan saat itu pabrik di seluruh Jawa tengah bangkrut. Namun, (pabrik, Red) kepunyaan tuan Schmutzer ini tidak bangkrut,” Wartijo menjelaskan.
Sejak saat itulah, sebagai ungkapan syukur dan keberhasilannya, Schmutzer membangun gereja Ganjuran dan candi ini.
Candi dan gereja kemudian diresmikan pada 11 Februari 1930 oleh seorang pastor berkebangsaan Belanda yang tinggal di Jakarta.
Uniknya, di dalam candi tersebut patung Tuhan Yesus digambarkan tengah bertakhta di singgasana sebagai raja berpakaian Jawa.
Di bawah patung terdapat tulisan Sampeyan Dalem Maha Prabu Yesus Kristus Pengeraning Sadaya Bangsa, yang berarti ‘Yesus Kristus adalah raja segala bangsa’.
Gereja memang terpengaruh oleh ‘rasa’ keraton yang kental. Gereja dan candi pun dibangun menghadap selatan dan terpengaruh legenda cerita Laut Selatan.
“Untuk menghormati keyakinan orang Jawa pada masa itu terhadap adanya Nyi Roro Kidul atau penguasa Pantai Selatan,” kata Wartijo.
Gereja yang kini dikepalai oleh Rm Herman Yosep, Pr ini saat gempa melanda pada 2006 lalu sempat rusak dan tidak bisa digunakan.
Pengunjung Tak Hanya Beragama Katolik
Wartijo mengakui setiap hari gereja dan candi ini selalu ramai dikunjungi.
Pengunjung bahkan tidak hanya warga yang beragama Kristen dan Katolik saja. Umat beragama Islam, Hindu, Buddha pun beberapa kali datang.
“Mereka datang untuk sekadar berwisata rohani dan mengambil air .”
Di samping candi memang terdapat pipa air yang dialirkan dari sumber mata air. Air ini menurut pengunjung dipercaya dapat menyembuhkan beragam penyakit.
“Air ini dulu ditemukan berkat adanya bekas pegawai pabrik yang memberitahukan pada Rm Gregorius Utomo (pastor paroki pada masa itu, Red) jika di bawah candi ini sebenarnya ada mata air,” kata Wartijo.
Mata air terletak tepat di bawah candi. Mata air ini dipercaya mengalir ke selatan, yakni ke arah pantai.
Mata air kemudian digali pada 1998. Setelah digali, air ini pertama kali dimanfaatkan untuk mengobati seorang warga bernama Perwito. Kemudian air ini diberi nama Tirto Perwitosari.
Kebetulan air ini banyak mengandung zat mineral yang berguna bagi tubuh.
“Air di sini boleh langsung diminum dan dinyatakan dari laboratorium bebas untuk diminum secara langsung. Banyak pengunjung yang membawa air dari Ganjuran ini. Banyak juga pengakuan pengunjung yang berhasil terkabul doanya setelah meminum air ini. Banyak juga peziarah yang berhasil diberikan kesuburan dan keturunan,” kata dia.
Editor : Bayu Probo
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...