Pelanggaran Kebebasan Beragama Terjadi di 18 Wilayah
JAKARTA,SATUHARAPAN.COM – Direktur The Wahid Institute Zannuba Arifah Chafsoh Wahid atau Yeni Wahid mengatakan pada tahun 2014 menemukan peristiwa-peristiwa pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) dan intoleransi terjadi di 18 Wilayah.
"Yaitu seperti di Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Maluku Utara, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah, NAD, Sumantra Barat, Sumantara Utara, NTB, NTT, Kepulauan Riau dan Papua," kata Yeni Wahid dalam diskusi, Peluncuran Laporan Tahunan kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi di Indonesia 2014."Utang" Warisan Pemerintah Baru, Jakarta Pusat, Senin (29/12).
Meski demikian, kata Yeni tidak bisa menyimpulkan bahwa peristiwa-peristiwa pelanggaran KBB dan intoleransi hanya terjadi di wilayah-wilayah tersebut.
"Keterbatasan jaringan yang kami miliki dan coverage media mengakibatkan wilayah-wilayah lain bisa kami pantau secara maksimal," kata dia.
Menurut Yeni, sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, tahun ini The Wahid Istitute tidak hanya melaporkan temuan-temuan terkait KBB, intoleransi dan diskriminasi dan juga melaporkan sejumlah praktik baik dan kemajuan dalam jaminan kebebasan beragama dan praktek toleransi.
"Hal ini perlu kami lakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih berimbang dinamika kehidupan keagamaan di tanah air," kata dia.
Temuan-temuan tersebut, kata Yeni telah di himpun melalui pemberitaan media baik cetak maupun elektronik, focus group discussion di beberapa daerah dan laporan dari jaringan WI.
"Pada tahun ini kami juga mengembangkan dan pengumpulan data melalui M- Pantau, yaitu media pengaduan menggunakan masyarakat melalui SMS," kata dia.
Lebih lanjut Yeni mengatakan dalam laporan The Wahid Institute menemukan adanya penurunan jumlah peristiwa pelanggaran KBB dan intoleransi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Bahkan penurunan ini seakan melanjutkan tren menurun tahun-tahun sebelumnya," kata dia.
Namun demikian The Wahid Institute menyimpulkan penurunan pada tahun 2014 di sebabkan oleh beberapa hal.
Pertama kata Yeni momentum Pemilu Legislatif dan Presiden 2014 mendorong banyak pihak khususnya kontestan pemilu berlomba-lomba menujukan diri sebagai pihak yang pro terhadap isu-isu toleransi dan anti kekerasan. Isu 'Pemurnian Agama' yang diusung oleh salah satu kontestan Pemilu atau rencana pengawasan kampaye negatif di mesjid-mesjid oleh tim sukses lainya banyak mendapat kritikan masyarakat.
Kedua lanjut Yeni dalam konteks Pemilu Legislatif dan Presiden 2014, Isu intoleransi tidak menjadi satu-satunya fokus utama berita-berita media massa (cetak, online, radio, dan televisi). Ini mengakibatkan isu-isu KBB juga berkurang.
Ketiga kata Yeni, gerakan masyarakat sipil dalam memantau, menyuarakan dan mempublikasikan kasus-kasus pelanggaran KBB cukup berhasil membangun kesadaran publik. Masyarakat sipil itu tidak hanya korban, pegiat dan organisasi hak asasi manusia, tetapi juga tokoh dari organisasi-organisasi keagamaan, media massa dan masyarakat umum.
Namun, Kata Yeni tidak berarti penurunan angka ini menunjukan gambaran meningkatnya tanggung jawab negara dalam menyelesaikan mendasar masalah-masalah KBB seperti mencabut revisi regulasi dan kebijakan yang diskriminatif dan bertentangan dengan konstitusi, serta penegakan hukum yang adil dan fair.
"Hingga saat ini ratusan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif di tingkat nasional dan lokal masih berlaku, begitu pula sejumlah pelaku pelanggaran hukum KBB tidak diselesaikan menurut hukum yang ada, bahkan hingga saat ini ratusan warga Syiah dan Ahmadiyah masih menjadi pengungsi setelah keyakinan mereka ditolak warga di kampung halaman mereka," kata dia.
Karena itu, kata Yeni melalui peluncuran laporan The Wahid Institute menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada berbagai pihak di antaranya, mendesak pemerintah dan DPR agar melaksanakan fungsi pemantauan, pengawasan dan evaluasi secara lebih ketat terhadap pelaksanaan UU Pemerintah Daerah khususnya pembagian wewenang masalah agama antara Pusat dan Daerah.
The Wahid Institute juga mendesak pemerintah dan DPR agar merevisi atau mencabut sejumlah pelaturan perundang-undangan baik di pusat maupun daerah yang melanggar hak dan kebebasan beragama/berkeyakinan dan diskriminatif.
Dikatakan Yeni The Wahid Institute mendesak Pemerintah dan DPR agar segera menyususn Undang-undang tentang KBB untuk memperkuat jaminan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan keyakinan kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Khusus kepada Presiden Jokow Widodo, agar segera merealisasikan janji-janji untuk menegakkan konstitusi dan menjamin setiap warga negara terlindungi hak dan kebebasannya dalam beragama dengan menyelesaikan kasus-kasus penting kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata dia.
The Wahid Institute juga mendesak Pemerintah dan DPR agar terus memperkuat peran masyrakat sipil dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan jaminan hak beragama di Indonesia penguatan tersebut dapat dilakukan dengan menyediakan regulasi yang melindungi peran dan kebebasan mereka sebagai pendamping masyarakat dan mitra pemerintah.
Editor : Eben Ezer Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...