Gereja-gereja Pasifik: Bawa Papua ke Komite Dekolonisasi PBB
AUCKLAND, SATUHARAPAN.COM - Gereja-gereja Protestan yang tergabung dalam Pacific Conferences of Churches (PCC) belum lama ini mengadakan pertemuan di kantor sekretariatnya di Auckland, Selandia Baru. Dalam pertemuan itu, dibahas sejumlah isu, seperti isu pelanggaran HAM Papua, perubahan iklim, serta nasib pengujian nuklir dan militerisasi di Pasifik.
Kepada radionz.com, yang melaporkan pertemuan itu hari ini, Sekretaris Jenderal PCC, Francois Pihaatae, mengatakan ia mengharapkan suara gereja tidak dianggap remeh karena gereja membawa suara umat.
"Ketika berbicara, mereka tidak hanya sebagai gereja, mereka juga sebagai umat. Karena sebagian besar waktu umat bersama kami. Kami tidak bisa mengabaikan kesatuan umat di akar rumput karena mereka memiliki kekuasaan untuk berbicara," kata Pihaatae.
Terkait isu Papua, Pihaatae, mengatakan dewasa ini kelompok-kelompok gereja lebih bersatu dalam menekan para pemimpin politik untuk berbicara. Misalnya, ia mengatakan untuk pertama kalinya sejak didirikan 20 tahun yang lalu, Papua New Guinea Council of Churches juga bergabung untuk mendukung agar masalah Papua dibawa ke Komite Dekolonisasi PBB.
Lebih jauh, ia mengatakan anggota dewan gereja di Papua Nugini menginginkan agar pemerintah Indonesia mengakhiri apa yang disebut sebagai genosida di Papua.
"Menyerukan kepada Indonesia untuk menghentikan pembunuhan (orang Papua). Itulah satu-satunya prioritas pertama bagi kami untuk meminta militer dan kepolisian Indonesia atau apa pun yang mereka gunakan untuk membunuh. Mereka (orang Papua) bukan binatang, mereka adalah manusia seperti mereka, orang Indonesia," kata Pihaatae.
"Kedua, yang kami coba lakukan adalah untuk mengangkat isu Papua pada daftar dekolonisasi. Agar mereka menikmati kemerdekaan seperti negara-negara Pasifik merdeka lainnya," kata dia.
Ia menambahkan, PCC mengikutsertakan gereja-gereja di Papua dan berharap mereka mengetahui bahwa mereka tidak sendirian.
"Sekarang ini ada dua gereja di Papua yang telah menjadi anggota dan kami akan menyambut dua anggota baru lagi tahun depan. Jadi itu berarti bahwa melalui tindakan kita, kita berusaha untuk membawa orang-orang Papua pulang ke rumahnya."
Dalam pertemuan tersebut, masalah-masalah lain juga dibahas. Termasuk dampak dari ekstraksi sumber daya pada lingkungan, penyakit menular dan peran gereja dalam memerangi kekerasan terhadap perempuan.
Dalam presentasinya, Francois Pihaatae juga menunjukkan fakta sejarah dimana gereja memegang peran kunci di kawasan Pasifik. Ia mengingatkan bahwa dulu gereja-gereja Protestan di French Polynesia pernah mengadukan Prancis ke International Criminal Court atas dampak dari pengujian nuklir di wilayah mereka. Ia menambahkan, pemimpin gereja memegang kunci dalam mengakhiri pengujian nuklir di wilayah itu pada 1996.
Dia mengatakan contoh ini menunjukkan bahwa apabila memiliki kesatuan suara, gereja akan menjadi kekuatan yang tidak dapat diremehkan.
Pihaatae mengatakan PCC akan terus membawa umat Pasifik bersama-sama untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian untuk melindungi masa depan kolektif mereka.
Ajax Akan Gunakan Lagi Logo Tahun 1928
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Klub sepak bola Liga Belanda, Ajax Amsterdam, kembali menggunakan logo la...