Gereja-gereja Pasifik Kritik Menteri Yohana Tidak Bela Papua
FIJI, SATUHARAPAN.COM - Konferensi Gereja-gereja Kepulauan Pasifik mengeritik kunjungan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise ke Fiji dan menyebutnya penyesatan terhadap perempuan Fiji. Gereja-gereja Pasifik juga meminta Indonesia lebih serius menangani pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
Komentar ini muncul menyusul terjadinya pembunuhan seorang mahasiswa Papua di Timika serta bantahan Indonesia di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) terkait dengan pelanggaran HAM di Papua pada tahun 1961.
Papua New Guinea Today, hari ini (16/10) mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Konferensi gereja-gereja Pasifik, Pendeta Francois Phaatae, yang mengatakan, situasi Papua semakin parah akibat bantahan Indonesia tersebut, padahal bukti penyalahgunaan kekuasaan sangat jelas.
"Media sosial tidak memungkinkan bagi Indonesia untuk menyembunyikan kekejaman yang dilakukan oleh pasukan keamanan pada orang-orang yang ingin menentukan masa depan politik mereka untuk diri mereka sendiri," kata Pihaatae, sebagaimana dilansir oleh Papua New Guinea Today.
"Orang Papua dibunuh dan disiksa -- 500.000 orang telah meninggal sejak tahun 1961 -- hanya karena mereka ingin menentukan nasib sendiri, hak yang dijamin oleh PBB dimana Indonesia merupakan anggotanya," kata dia.
Pihaatae mengatakan dengan bukti-bukti yang sangat jelas, pemerintah Indonesia menghina kecerdasan orang-orang Pasifik dengan bantahan di Sidang Umum PP tersebut.
"Sekarang mereka mengirim seorang menteri yang mengatakan bahwa kepada perempuan Fiji bahwa orang Papua diperlakukan dengan baik oleh pemerintah Indonesia pada saat kita dapat melihat bahwa mereka dibunuh secara sistematis," katanya.
"Dan Indonesia terus memindahkan warga non-Papua ke Papua dalam tindakan genosida yang dunia tidak mau melihatnya."
Pihaatae mengatakan seharusnya Menteri Yohana malu karena telah menyesatkan orang-orang Fiji selama kunjungannya ketika menghadiri Expo Nasional Perempuan di Fiji.
"Sebagai seorang wanita Papua yang berada di dalam kekuasaan, dia seharusnya membela rakyat Papua dan menggunakan pengaruhnya untuk mengakhiri kekejaman ini," kata Pihaatae.
Pihaatae mengingatkan para pemimpin negara-negara kepulauan Pasifik -- terutama mereka yang telah menyambut Indonesia ke dalam Melanesia Spearhead Group (MSG) dan Pacific Islands Development Forum (PIDF) - berbicara menentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
Dia mengatakan MSG dan PIDF menyediakan platform yang sempurna bagi para pemimpin untuk mengatasi penderitaan orang Papua.
"Atas nama kemanusiaan, gereja-gereja Pasifik menyerukan kepada para pemimpin kita untuk mengakhiri pertumpahan darah ini dan mengakhiri ketidakadilan di Papua."
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...