Gereja Harus Berbuat untuk Kemiskinan, Jangan Tunggu Pemerintah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pendeta Kuntadi Sumadikarya dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sinwil Jabar dan Oikotree Global Forum, mengemukakan kita sering kali memprotes pemerintah karena menganggap buruk dalam mengentaskan kemiskinan. Melalui Gerakan Oikotree Indonesia, Kuntadi berharap gereja bisa menjadi agen perubahan dalam mengentaskan kemiskinan, tidak menggantungkan sepenuhnya pada upaya pemerintah,
Sebagaimana ia ungkapkan dalam acara diskusi Gerakan Oikotree Indonesia, di BPK Gunung Mulia, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (20/6), meskipun mengatasi kemiskinan sudah sering dibahas oleh banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) di seluruh dunia, peran gereja kurang kentara dibandingkan aksi masyarakat sipil pada umumnya.
Kuntadi berpendapat, banyak warga gereja yang bergerak di kegiatan sosial justru tidak bersama gereja, melainkan secara pribadi bersama-sama LSM lainnya. Pasalnya, mengajak gereja lebih rumit, karena harus ada rapat terlebih dahulu untuk menentukan bendahara, sekretaris, penggalangan dana, dan lain sebagainya.
Kuntadi mencontohkan Lena Kendra. "Walaupun orang GKI, di Sidang Raya WCC (World Council of Churches) dia justru mewakili LSM Sahabat Anak, yang mengurusi anak-anak jalanan sedemikian rupa, sampai mengirim anak-anak jalanan bertanding bola ke Brasil antarsesama anak jalanan di seluruh dunia. Bahkan, anak Indonesia menang di Brasil,” ujar pria yang akrab disapa Kun itu.
Ia lebih jauh memaparkan, ada tiga langkah untuk mengatasi kemiskinan. Pertama, membutuhkan paradigma baru kepada donor supaya tidak hanya berfokus menyumbang hanya saat bencana alam. Kedua, berharap ada pemerintah yang baik. Ketiga, kebutuhan reformasi sistem ekonomi yang baik.
“Kita semua sering berharap pada langkah kedua itu, lalu selalu memaki-maki pemerintah karena buruk,” ia menambahkan.
Maka dari itu, aksi gereja dibutuhkan. Pada dasarnya gereja punya dana. Kuntadi mempertanyakan uang yang dihimpun gereja setiap minggu itu, berhasil atau tidak dalam penyaluran sesuai tujuannya.
“Kebaktian anak, remaja, pemuda, dewasa muda, lansia, kebaktian Minggu, dengan banyaknya kebaktian itu menghasilkan apa secara spiritual dan sosial di tengah dunia ini? Belum lagi kegiatan rapat yang bermacam-macam, tentu ada banyak dana dari umat yang masuk pada saat itu,” ungkapnya.
Pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan adalah hal utama, tetapi semua hal itu dikomersialisasi oleh pemerintah. Maka dukungan dari gereja sebaiknya menjadi penguatan dan sebagai agen perubahan.
Apa Itu Gerakan Oikotree Indonesia?
Priandono Nurhadi, salah satu anggota kelompok kerja (pokja) Oikotree Indonesia memaparkan Gerakan Oikotree Indonesia pertama kali menggelar pertemuan pada 28 September 2013 dalam bentuk kegiatan seminar sehari di GPIB Imanuel, Gambir, Jakarta Pusat. Acara itu menghadirkan pembicara Prof Kim Yong Bok dari Korea dan Pdt Kuntadi.
Dari pertemuan itu, dibentuk kelompok-kelompok diskusi untuk merumuskan usulan bagi gerakan itu. Dalam pertemuan tersebut, tampil paparan mengenai gerakan perubahan yang terjadi di dunia dan dampaknya bagi Indonesia.
Hasil akhirnya memunculkan usulan membentuk jejaring di antara gerakan sosial, lingkungan, maupun gerakan kemasyarakatan lainnya di lingkup gereja, supaya lingkungan gereja bersatu menjadi komunitas transformatif.
Perkembangan berikut hadir kelompok kerja yang selanjutnya mengadakan beberapa kali pertemuan di Ukrida, Sekretariat PMK HKBP, dan lain sebagainya, hingga mengadakan Seminar Oikotree di STT Jakarta pada 14 Februari 2014.
Kegiatan Oikotree untuk mengkaji ulang peranan gereja dan orang Kristen terhadap persoalan yang ada saat ini seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, lingkungan, struktur ekonomi, pendidikan, dan lain-lain.
Editor : Sotyati
Kementan Akan Impor 1 Juta Sapi Perah dalam 5 Tahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mengimpor satu juta sapi perah ...