Gerindra Desak Pemerintah Kaji Ulang Proyek Kereta Api Cepat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia Republik Indonesia (DPR-RI) Nizar Zahro berharap pemerintah mengkaji ulang proyek pembangunan kereta api cepat antara Jakarta dan Bandung.
“Kita memohon kepada pemerintah agar dikaji ulang maupun sudah ground breaking proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta Bandung,” kata Nizar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, hari Kamis (28/1).
Sebab, kata Nizar berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007, syarat dalam UU itu badan usaha perkeretaapian harus melengkapi 11 izin.
“Sementara izin yang ada itu baru izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dari Kementerian Lingkungan Hidup, dan izin administrasi, adapun izin pembangunan maksud izin pembangunan itu termasuk detail Engineering Design-nya,” kata dia.
Kemudian, kata Nizar izin-izin lainnya wajib dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) namun Kemenhub mengaku ada tiga izin yang belum dikeluarkan
Izin trase (Koordinat Jalur, Stasiun dan lahan) izin pembangunannya.
“Walaupun sudah ada peraturan presiden (Perpres)Nomor 107 Tahun 2015 tentang percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana kereta cepat antara Jakarta dan Bandung agar ditunda dulu karena lebih tinggi dari UU,” kata dia.
Selain itu, kata Nizar soal pembebasan lahan dari 60 hektar ada 40 hektar itu milik Perhutani dalam UU Kehutanan dijelaskan kalau alih fungsi itu wajib di setujui oleh DPR.
“Sampai hari ini komisi IV belum memberikan persetujuan alih fungsi lahan milik Perhutani untuk jadikan proyek kereta api cepat itu,” kata dia.
Menurut Nizar kereta api cepat ini akan menghubungkan empat stasiun yaitu Halim Perdanakusuma, Karawang, Walini dan Tegalluar, tidak jauh dari kawasan Gedebage yang nantinya akan menjadi pusat pemerintah kota Bandung sepanjang 140,9 kilometer.
“Untuk alih fungsi yang di Lanud Halim itu milik AU itu perlu izin ke Komisi I,” kata dia.
“Mohon regulasi yang sudah kita sepakati sudah diputuskan berupa UU Nomor 23 Tahun 2007 berserta PP turunannya itu dilaksanakan oleh pemerintah, saya bukan menghambat kereta api cepat itu, kita ingin pemerintah itu sesuai dengan UU jangan sampai membangun itu membuat masalah,” dia menambahkan.
Menurut Nizar PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), konsorsium gabungan antar PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan China Railway International Co. Ltd, yang mendapatkan mandat untuk membangun dan melaksanakan proyek penyelenggaraan jasa kereta api Cepat trase Jakarta - Bandung.
Dengan demikian, kata Nizar kepemilikan saham KCIC dapat diperinci yaitu 40 persen dimiliki oleh China Railway International Co Ltd, sementara 60 persen dimiliki PSBI
yang merupakan gabungan dari WIKA dengan komposisi penyertaan saham 33 persen, KAI 25 persen, PTPN VIII 25 persen, dan JSMR 12.
“Konsorsium dengan pemerintah China PT KCIC sudah sepakat 40 persen milik mereka 60 persen milik kita, kita hanya mengingatkan ke pemerintah jangan sampai menimbulkan masalah, tolong lengkapi dulu izin-izin nya atau regulasi-regulasinya dengan UU tersebut,” kata dia.
Proyek Kereta Api Cepat Sepanjang 141 kilometer.
Menurut Politikus Partai Gerindra itu, proyek kereta api cepat sepanjang 141 kilometer akan melalui empat stasiun itu dengan biaya sekitar 70 triliun.
“Ini menentukan uang kita untuk membangun kereta cepat sepanjang 141 kilometer dengan angka 70 triliun, luar negeri seperti di Iran saja uang 50 triliun itu membangun 5.000 kilometer loh makanya harus analisis dulu soal dampak lingkungannya kemudian, kualitas pembangunnya detail Engineering Design-nya, dan daerah Jawa Barat itu rawan gempa,” kata dia.
“Saya ingin mengingatkan kepada pemerintah bahwa uang 70 triliun itu uang banyak. Dan, itu uang pinjaman. Jangan sampai 70 triliun itu dengan target lima tahun selesai malah mangkrak, siapa yang mau bayar. Tetap APBN; kita yang bayar,” dia menambahkan.
Editor: Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...