KPK Dapat Mengacu UU 31/2014 Terkait Permohonan Damayanti
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mengacu Undang-Undang No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban terkait dengan permohonan tersangka kasus dugaan penyuapan, Damayanti Wisnu Putranti, sebagai Justice Collaborator (JC).
"KPK jangan hanya berdasarkan pada Surat Edaran Mahkamah Agung No 4/2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerja sama di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, tetapi juga harus mengacu pada UU Nomor 31/2014," kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdul Haris Semendawai, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, hari Kamis (28/1).
Selain itu, ujar Abdul Haris Semendawai, terdapat pula peraturan bersama yang mengatur permasalahan terkait JC atau kolaborator keadilan tersebut.
Ketua LPSK berpendapat, KPK hendaknya dapat mengacu UU Nomor 31/2014 yang jelas disebutkan tentang definisi saksi pelaku dan bagaimana penanganannya.
Menurut Semendawai, keberadaan JC sebagai pihak yang berperan membongkar peran pelaku lain, juga diatur dalam Konvensi Anti Korupsi yang sudah diratifikasi Indonesia.
Karena itulah, jika pemohon JC memenuhi persyaratan, sebaiknya KPK tidak segan menetapkan Damayanti sebagai JC dan memperjuangkan agar haknya sebagai JC juga terpenuhi.
"Diharapkan akan semakin banyak pihak yang mau berperan sebagai JC sehingga banyak kasus korupsi yang terbongkar," ujarnya.
Pada Pasal 1 UU Nomor 31 Tahun 2014, jelas disebutkan, saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
Kepada saksi pelaku ini, pada pasal selanjutnya, yaitu Pasal 10A ayat (1), saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikannya.
Penanganan khusus yang dimaksud dalam pasal tersebut, berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan narapidana yang diungkap tindak pidananya.
Lalu, pemisahan pemberkasan antara berkas saksi pelaku dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapnya, dan memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya. Penghargaan atas kesaksian yang diberikan saksi pelaku, antara lain bisa berupa keringanan penjatuhan pidana.
Sebagaimana diwartakan, Anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti, yang tertangkap tangan oleh KPK menerima suap, mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) kepada KPK.
"Pengajuan Damayanti sebagai JC memang benar sudah diterima KPK pada hari Jumat (22/1) lalu," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati, di gedung KPK Jakarta, hari Selasa (26/1).
Damayanti adalah tersangka kasus dugaan tindak pidana penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang terbongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada tanggal 13 Januari 2016. (Ant)
Editor: Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...