Gubernur Sulut Olly Dondokambey Diperiksa KPK

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan hari Kamis (26/1). Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Sugiharto terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik. (Foto-foto: Dedy Istanto)

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis elektronik.

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi dengan tersangka Sugiharto dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis elektronik.

Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey memberikan keterangan kepada awak media seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK terkait dengan proyek pengadaan KTP berbasis elektronik.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan hari Kamis (26/1).

Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Sugiharto terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik.

“Jadi tidak benar apa yang dikatakan oleh Nazaruddin,” kata Olly Dondokambey saat memberikan keterangan. Olly keluar sekitar pukul 16.17 WIB setelah menjalani pemeriksaan sekitar tujuh jam.

KPK telah menetapkan dua tersangka dan menahan Sugiharto dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis elektronik senilai Rp 6 triliun.

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum