Gude, Pangan Sumber Protein Rendah Lemak
SATUHARAPAN.COM – Orang menyebutnya kacang gude atau koro gude. Memang tidak seterkenal kacang koro yang lain, namun gude menyimpan manfaat dan khasiat sama hebatnya dengan kacang koro lain.
Di Indonesia, mengutip dari Wikipedia dan buku Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae karya Imam Purwanto (Kanisius, 2007), tumbuhan ini juga dikenal dengan berbagai nama lokal, seperti kacang gude, kacang kayu (Jawa), kacang kayu (Madura), kacang hiris (Sunda), kekace, undis (Bali), binatung (Makassar), kance (Bugis), fouhate (Ternate dan Tidore), kacang bali (Bahasa Melayu), kacang iris, kacang turis, lebui, legui, puwe jai (Halmahera), tulis (Rote), tunis (Timor), ritik lias (Batak Karo), atau juga koloure (Tomia-Wakatobi). Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini disebut pigeon pea.
Kacang koro gude umumnya ditanam di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Wakatobi-Sulawesi Tenggara. Di Jawa, gude ditanam di wilayah timur, di huma-huma atau di kebun-kebun hingga di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan air laut. Namun, gude belum pernah dibudidayakan secara luas.
Pustaka Plant Resources of South-East Asia (PROSEA), menyebutkan polong gude yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, sayur, ataupun rujak. Bijinya yang sudah tua digoreng dan bisa pula digunakan sebagai obat herbal.
Sama dengan koro benguk, koro pedang, dan koro lain, polong tua gude dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kedelai untuk membuat tempe dan tahu. Polong koro gude juga dapat dipanggang sebagai camilan.
Di India, kacang gude diambil polongnya dan dijadikan masakan bernama dhal. Bijinya yang segar, juga putiknya, dimanfaatkan untuk sayur sup berempah. Cabang dan batangnya dipakai untuk bahan bakar dan bahan pembuat keranjang. Tumbuhan ini juga ditanam sebagai tanaman peneduh, penahan angin (windbreak), atau tanaman peneduh bagi vanila.
Ahli botani Karel Heyne (1916), memanfaatkan gude untuk dessert dengan rasa manis dan gurih. Daun mudanya bisa dimakan mentah, direbus, atau dikukus, sebagai lalap.
Gude, yang termasuk tumbuhan leguminosa, juga memperbaiki keadaan tanah karena sistem perakarannya yang melebar. Gude berkemampuan memfiksasi nitrogen dari udara karena terbentuknya bintil akar yang merupakan tempat hidup bagi koloni bakteri Rhizobium. Dengan nitrogen yang terfiksasi oleh Rhizobium maka nitrogen akan merembes dari bintil akar ke tanah di sekelilingnya. Rembesan nitrogen tersebut dapat tersedia dalam tanah sehingga tanaman lain yang tumbuh di sekitar dapat memanfaatkannya.
Di Madagaskar, gude yang juga disebut gude ini, digunakan untuk makanan ulat sutra. Di Bengal Utara dan Thailand, gude untuk pengusir kutu lak.
Gude, mengutip dari berbagai referensi, adalah tumbuhan perdu tegak dengan tinggi mencapai 3 – 5 meter. Tumbuhan dari famili Fabaceae ini memiliki nama ilmiah Cajanus cajan (L.) Millsp.
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan kacang tahunan dengan umur yang tidak terlalu panjang, hanya 1-5 tahun. Akarnya tunggang, berwarna putih.
Batangnya berkayu, berbulu halus, dan bercabang banyak. Batang berbentuk bulat, beralur, berbulu, hijau kecokelatan.
Daunnya ganda, beranak daun berjumlah tiga, berbulu halus pada bagian atas maupun bawah. Helai daun bulat telur sampai elips, tersebar, ujung dan pangkalnya runcing, tepinya rata, bentuk pertulangannya menyirip, dan warnanya hijau. Tangkai daun pendek berwarna hijau.
Bunganya berbentuk kupu-kupu, berwarna jingga ataupun kecokelatan dan ungu. Bunganya berjumlah majemuk, karangan bunga sepanjang 15-30 cm, serbuk sarinya berwarna kuning, putiknya satu, bengkok, mahkotanya berwarna kuning dan juga berbentuk kupu-kupu.
Buahnya polong, dapat mencapai 7,5 cm, lurus atau membengkok seperti sabit, membulat, memipih, menjorong atau agak persegi. Biji berwarna putih, krem, cokelat muda, cokelat, ungu kehitaman, dan kadang berbintik-bintik.
Manfaat dan Khasiat Gude
Tidak diketahui secara pasti asal tumbuhan ini. Badan Pangan Dunia (FAO), dalam situs resminya, fao.org, menyebutkan tumbuhan ini diperkirakan berasal dari India atau Afrika. Tumbuhan ini sudah dibudidayakan sejak zaman Mesir Kuno, Afrika serta Asia sejak masa prasejarah. Kemudian menyebar ke Amerika. Belakangan, tumbuhan ini ditemukan di banyak kawasan tropis.
Di India, menurut laporan FAO, terdapat lebih dari 100 kultivar gude, yang dibudidayakan di areal seluas 2,4 juta ha, yang berarti 90 persen produksi dunia.
Walaupun di beberapa negara dapat tumbuh hingga di ketinggian 1.250 m (di Hawaii) hingga 3.000 m (di India), gude paling baik tumbuh di ketinggian tidak lebih dari 770 m di atas permukaan air laut. Tumbuhan ini tahan panas, dan disebut sebagai tanaman leguminosa yang sangat toleran terhadap kondisi tanah kering.
FAO, dalam situs resminya juga menyebutkan di daerah penyebarannya, tanaman ini memiliki beragam nama, seperti guandul, poroto guandul, poroto paraguayo, sachacafé, falso café, arveja (Argentina), guando (Brasil), quinchoncho (Venezuela), frijol de árbol (Meksiko), cumandái (Paraguay), red gram, tur, arhar, dahl (India), catjang, kachang (Asia), pigeon pea (Australia), pigeon pea, angola pea (Inggris Raya), pois d'angole (negara-negara Afrika Barat yang berbahasa Prancis), Puerto Rican bean, pigeon pea (Hawaii).
Wikipedia menyebutkan per 100 g kacang gude, mengandung nilai nutrisi 350 kcal, karbohidrat 36-65.8 g, serat pangan 5-9.4 g, lemak 1-9 g, protein 1.430 g, dan air 7-10.3 g.
Selain pemanfaatan daun, buah, dan daunnya, gude banyak diteliti dalam kaitan dengan fungsinya sebagai penyubur tanah. Penelitian Joshua N Daniel dan CK Ong (1990), seperti dikutip dari fao.org, menyebutkan sistem perakaran gude yang dalam tidak mengganggu tanaman lain seperti jagung atau sorghum dalam sistem budidaya tumpangsari, bahkan mampu membantu menyuburkan tanah di sekitarnya, karena kemampuan akarnya bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium.
Gude biasanya ditanam sebagai tanaman pelindung tanaman kopi muda, atau tanaman-tanaman di tempat-tempat pembibitan, juga pelindung tanaman sayuran. Di Indonesia, gude ditanam di sela-sela tanaman ubi kayu atau kacang tanah.
Di Puerto Riko dan Trinidad and Tobago, biji gude dijual dalam bentuk kalengan.
FAO menyebutkan gude memberikan manfaat besar bagi dunia peternakan, domba ataupun kambing. Penelitian M Takahashi dan JC Ripperton (1949) di Hawaii menyebutkan dalam satu kali panenan per hektare, dihasilkan 4.97 ton bahan kering dan 400 kg protein. Kedua peneliti menunjukkan dengan memberikan pakan gude, protein ternak meningkat 16 persen.
Penelitian-penelitian yang berhasil direkam Badan Pangan Dunia juga menyebutkan gude sebagai sumber vitamin A.
Di dunia modern, selain diolah menjadi tempe, tepung koro gude juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan es krim. Fransiska Nugrahani (2014), menuangkan gagasannya dalam tesis Prodi Teknologi Pangan Unika Soegijapranata berjudul, “Pengaruh Substitusi Koro Gude (Cajanus cajan (L) Millsp) pada Es Krim Nabati terhadap Sifat Fisikokimia dan Sensoris”. Gagasan itu dilandasi kenyataan gude kaya protein dan rendah lemak.
Sementara itu, buku Rangkuman Fungsi dan Khasiat Tanaman Obat terbitan Merapi Farma Herbal, menyebutkan gude secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat herbal. Daunnya dimanfaatkan sebagai obat penyakit kudis, pencuci darah, dan obat sakit kuning. Akarnya dimanfaatkan untuk obat cacingan dan batuk berdahak. Bijinya, secara tradisional dimanfaatkan untuk mengobati memar.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...