Guru dan Anak Didik Menjadi Korban Kurikulum 2013
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sedang mensosialisasikan Kurikulum 2013 yang akan diberlakukan Juli 2013 mendatang. Konsep Kurikulum 2013 ini mendapat banyak penolakan dari berbagai kalangan, termasuk dari Komunitas Katolik dan Protestan Peduli Pendidikan di Indonesia ( K2P3I ) pada konfrensi pers yang digelar di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia ( KWI ), Cikini, Jakarta Pusat, Senin (8/4).
Menurut Romo Benny Susetyo, Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), bahwa Kurikulum 2013 ini terkesan dipaksakan. Karena tidak ada kaitannya antara aritmatika phytagoras dengan ketaatan.” Apa kaitannya iman dan takwa dengan melibatkan rasional dan pecahan. Jadi guru akan bingung. Misalnya guru matematika, dia mengajar disiplin, rasa ingin tahu, teknologi, budaya. Apa kaitannya dengan bilangan?" Kata Romo Benny.
Apabila Kurikulum 2013 ini tetap diterapkan maka terlihat juga pemaksaan di sektor anggaran, karena program ini akan memakan banyak biaya saat pembuatan buku dan pelatihan untuk guru. Dan pada akhirnya guru maupun anak - anak didik menjadi korban. "Menimbang semuanya, jadi lebih baik ini dirumuskan ulang," kata Romo Benny.
Senada dengan Romo Benny, Romo Mardiatmadja selaku Pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, mengungkapkan bahwa pada dasarnya K2P3I sangat menghargai usaha Pemerintah untuk memajukan pendidikan dengan melakukan perubahan Kurikulum. "Tetapi di sini kami melihat ada beberapa persoalan yang akan timbul kalau Kurikulum 2013 ini diterapkan."
Karena proses pembuatan Kurikulum adalah tanpa perencanaan yang matang dan studi evaluasi terhadap efektivitas atau kegagalan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sebenarnya sebuah kurikulum perlu didahului dengan penelitian dan studi yang komprehensif, bukan asumsi dan opini dari segelintir orang yang berkuasa.
Waktu yang sangat pendek yakni hanya dua bulan, akan sangat berdampak bagi guru. Karena menurut fakta (K2P3I) di lapangan bahwa guru belum mengerti dan memahami Kurikulum 2013, sehingga sangat tidak mungkin menerapkan Kurikulum 2013 ini hanya dalam waktu 2 bulan. Selain itu, dampak implementasi Kurikulum 2013 ini adanya kebijakan menghapus beberapa mata pelajaran yang praktis akan mengakibatkan kehilangan pekerjaan bagi guru, dan juga tidak masuk akal kalau ada mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang tidak memahami bidang pelajarannya.
Adanya perbedaan pandangan menteri tentang ilmu, sehingga yang nanti terbentuk adalah pandangan menurut menteri saja. Nantinya semua diseragamkan menurut satu pandangan, tanpa melihat keberagaman yang ada. "Menurut ilmu psikologi dan pendidikan, masalah intra dan interpersonal harus diperhatikan dalam mendidik sedangkan pada kurikulum ini peran guru untuk mendidik tidak tampak. Guru hanya jadi pawang atau mentor mengakibatkan anak-anak hasil kurikulum ini menjadi generasi rapuh.” Ujar Romo Mardi.
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...