Hakim PTUN Menangis, PPP Djan: Dia Muslim Tradisional
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Teguh Satya Bhakti selaku pemimpin sidang pembacaan putusan gugatan mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali (SDA) terhadap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tanggal 28 Oktober 2014 yang mengesahkan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PPP kubu Romahurmuziy (Romi), Rabu (25/2), beberapa kali menangis sesenggukan dalam persidangan.
Hakim Teguh pertama kali menangis saat membacakan bagian pertimbangan. Ia kemudian menangis kembali saat membacakan Mukadimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Persatuan Pembangunan.
Meski Ketua Majelis Hakim beberapa kali menangis, persidangan dilanjutkan hingga selesai dengan keputusan menerima gugatan SDA sehingga sebagai konsekuensinya Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly harus mencabut SK pengesahan kepengurusan PPP kubu Romi. Seluruh keputusan turunan dari SK Menkumham soal kepengurusan PPP itu pun dinyatakan batal demi hukum.
Menaggapi kejadian itu, Wakil Ketua Umum DPP PPP hasil Muktamar VIII Jakarta Fernita Darwis mengatakan Hakim Teguh menangis setelah membaca Surat Ali Imran ayat 3. Menurut dia, Hakim Teguh terharu, sebagai seorang Muslim tradisonal melihat umat Islam terbelah di bawah naungan partai.
"Karena Hakim Teguh membaca surat Al Imran ayat 3. Dia terharu, dia islam yang sangat tradisional. Dia sedih karena umat Islam di bawah naungan partai terbelah," kata Fernita saat dihubungi, di Jakarta, Rabu (25/2).
Ia pun menepis anggapan PPP kubu Romi yang menyebut Hakim Teguh mendapat tekanan saat membacakan putusan. "Tidak ada yang menekan. Semua sidang berjalan terbuka, semua kubu hadir, apa yang tertekan? Kita bukan penguasa bagaimana menekan?," ujar Fernita.
Majelis Hakim PTUN memutuskan menerima gugatan yang diajukan mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali terkait pengesahan Kemenkumham terhadap kepengurusan PPP kubu Romi. SK Kemenkumham yang diperoleh pihak Romi pun dianggap batal.
"Mengabulkan gugatan penggugat diterima seluruhnya, kemudian membatalkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM No M.HH-07.AH.11.01 Tahun 2014," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Satya Bhakti dalam membacakan putusannya di ruang sidang, Gedung PTUN, Jakarta Timur, Rabu (25/2).
Majelis hakim menilai gugatan ini terjadi karena pihak tergugat yaitu Kemenkumham melakukan intervensi terhadap konflik internal parpol. "Sikap tergugat tidak menimbulkan kepastian hukum. Selain itu, pengadilan tidak bisa membiarkan tergugat yang menerbitkan SK dan membiarkan masalah ini dengan melempar ke PTUN," ujar dia.
Editor : Bayu Probo
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...