PPP Romi Siap Adukan “Tangisan Hakim PTUN” ke KY
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur mengabulkan gugatan Ketua Umum PPP hasil Muktamar VIII Jakarta Suryadharma Ali (SDA). Dengan dikabulkannya gugatan ini, menguatkan pembatalan Surat Keputusan (SK) Kemenkumham yang mengesahkan PPP hasil Muktamar VIII Surabaya pimpinan Romahurmuziy.
Anehnya, Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta Timur, Teguh Satya Bhakti, selaku pemimpin sidang beberapa kali menangis sesenggukan dalam persidangan, bahkan berulang kali ditenangkan staf PTUN yang berada di belakangnya. Hakim Teguh pertama kali menangis saat membacakan bagian pertimbangan. Ia kemudian menangis kembali saat membacakan Mukadimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PPP.
Menanggapi hal tersebut kuasa hukum PPP kubu Romi M Luthfie Hakim mengatakan akan mengadukan Ketua Majelis Hakim sidang gugatan SDA di PTUN Teguh Satya Bhakti ke Komisi Yudisial (KY).
Menurut dia, sikap Ketua Majelis Hakim yang menangis saat membacakan hasil PTUN menunjukkan pembelaan salah satu kubu, dalam hal ini PPP kubu SDA. "Mengapa hakim menangis saat bacakan putusan PTUN, apakah dia ingin menunjukkan dirinya tertekan atau dia membela salah satu pihak?," kata Luthfie dalam jumpa pers di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Rabu (25/2).
"Kami akan laporkan ke Komisi Yudisial perilaku hakim yang menampakkan emosi keberpihakan dalam pengadilan tersebut," dia menambahkan.
Luthfie juga menegaskan pihaknya akan mengambil sikap jelas, yakni mengajukan banding, sehingga putusan PTUN menjadi tidak sah. "Dari putusan hakim tadi ada beberapa hal yang janggal, pertama hakim seakan menghindar dari isu utama bahwa penggugat tak punya legal standing. Saat memasukkan gugatan SDA memang Ketua Umum PPP, tapi saat proses PTUN berjalan sudah tidak, tapi hakim tak menjawab sama sekali. Ini ada penyelundupan hukum," ujar dia.
Banding ke PT TUN
PPP pimpinan Romi juga memastikan akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) setelah PTUN membatalkan Surat Keputusan pengesahan hasil Muktamar VIII PPP Surabaya yang diterbitkan Kemenkumham. "Terhadap putusan tersebut, DPP PPP hasil Muktamar Surabaya beserta pimpinan Fraksi PPP mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi TUN," kata Wasekjen DPP PPP Arsul Sani.
Menurut Arsul, keputusan yang dijatuhkan PTUN belum mengubah status hukum kepengurusan PPP versi Muktamar Surabaya. Pasalnya, putusan itu baru putusan tingkat pertama yang masih belum memiliki kekuatan hukum tetap. "Putusan itu belum inkracht," ujar dia.
Lebih jauh, ia mengatakan, kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya hingga kini kasih dianggap sebagai kepengurusan yang sah untuk mewakili PPP dalam urusan pilkada maupun kegiatan kepartaian yang lain. Status tersebut baru dapat berubah setelah Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mencabut SK pengesahannya.
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...