Hanya Suruhan
Lakukanlah yang kau takutkan, maka ketakutan akan lenyap.
SATU HARAPAN.COM – Mati itu menakutkan. Orang yang tidak takut mati hanyalah mereka yang sudah amat lelah hidup atau mereka yang sudah meyakini kebahagiaan menunggunya setelah kematian. Selebihnya—kebanyakan manusia—takut mati. Karena tidak tahu apa yang ada setelah kematian. Gelap, itulah bayangan kematian. Dan seperti kegelapan, maka segala sesuatu yang tidak bisa diperkirakan atau dibayangkan itu menakutkan atau mencemaskan.
Seorang kawan seperjalanan saya di ketinggian sepuluh ribu kaki menyebutnya: fear of the unknown. Padahal Anda dan saya sadar, ketakutan adalah unsur perusak paling destruktif pada pikiran manusia. Untuk membuat gelap itu menjadi tidak menakutkan, sering manusia berusaha berbuat baik untuk menghilangkan ketakutan akan kematian itu. Sementara, Albert Einstein, Sang Jenius, meyakini: jika manusia berbuat baik hanya karena ia takut akan hukuman dan berharap akan ganjaran, maka manusia hanyalah mahluk celaka. Kenyataannya, mengizinkan ketakutan bertumbuh lebih besar ketimbang kekuatan batin adalah sama dengan menghalangi impian. Manusia haruslah hidup lebih baik daripada sekedar mengharap ganjaran. Cara terbaik yang bagaimana?
Ada satu cara menarik yang diusulkan Stephen Covey, penulis The 7 Habits of Highly Effective People yang telah mengubah hidup jutaan orang. Kira-kira demikian usulnya: Cobalah masuk ke dalam sebuah ruangan yang tenang, hening. Bayangkanlah Anda sedang memasuki sebuah area pemakaman untuk menghadiri proses pemakaman seseorang. Ketika Anda berjalan semakin dekat, Anda mulai mendengar kata-kata yang disampaikan oleh rekan dan kerabat sebagai kata perpisahan dengan almarhum. Anda ingin tahu siapa yang sedang dimakamkan itu. Semakin dekat, Anda sontak menyadari bahwa yang ada di peti mati itu adalah Anda sendiri.
Nah, jika Andalah yang sedang dimakamkan itu, kata sambutan seperti apa yang ingin Anda dengar? Tentu bukan pernyataan yang negatif, bukan juga pernyataan bahwa Anda hidup sebagai orang yang biasa, tanpa kesan istimewa. Anda pasti ingin dikenang sebagai orang yang telah memberi arti khusus bagi masyarakat atau hidup orang lain. Melanjutkan perenungan, Anda lalu mempertanyakan: Mengapa dan untuk apa aku hidup di dunia? Bagaimana aku hidup tidak sekadar biasa-biasa saja?
Untuk pertanyaan mendasar ini, manusia dimudahkan dengan menyadari bahwa hidup di dunia ini bukan suatu kebetulan melainkan kreasi Sang Mahacipta yang menginginkan kehidupan yang indah, damai, murni, penuh kasih sayang antar makhluk. Artinya, kita hidup semata sebagai suruhan untuk menjadi yang terbaik sesuai maksud Tuhan sebagai penyelenggara kehidupan. Bertanyalah kepada-Nya, ”Apa yang Engkau kehendaki?” Dan katakan juga: Aku ini hanya suruhan-Mu. Inilah aku, utuslah aku.
Kesehatan, kecerdasan, kekayaan, semua yang baik dalam kehidupan bukanlah hak milik melainkan untuk digunakan bagi perwujudan rencana Tuhan dalam hidup ini. Kadang berat, sulit, dan menakutkan, namun saran David Schwartz berikut pasti akan membantu: Lakukanlah yang kau takutkan, maka ketakutan akan lenyap. Karena keberanian itu bukan ketiadaan rasa takut, melainkan keyakinan bahwa ada sesuatu yang lebih penting ketimbang rasa takut. Dan kadang ketegaran untuk melakukan yang benar membutuhkan keberanian lebih besar ketimbang ketakutan akan melakukan kesalahan.
Namun, selama menyadari bahwa manusia hanyalah suruhan dari Komandan Agung yang tidak pernah salah, maka ketakutan dapat dikalahkan. Inilah aku, utuslah aku!
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...