Hari Radio: Era Digitalisasi, Radio Tetap Jadi Primadona
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Radio di Indonesia dari dulu hingga kini tidak banyak berubah. Radio tetap menjadi primadona bagi masyarakat. Hal itu disampaikan oleh Yancen Piris, Station Manager Radio Pelita Kasih FM (RPKFM) bertepatan dengan Hari Radio Nasional, Kamis (11/9).
“Memang radio adalah media yang sejak dulu sampai sekarang digandrungi dan dibutuhkan oleh banyak orang, walaupun sudah ada TV, kebutuhan akan radio tetap ada,” tutur Yancen yang telah berkecimpung di dunia radio sejak 1997.
Yancen menambahkan, walaupun telah memasuki era digitalisasi, radio bagi masyarakat tetap menjadi media yang tidak lekang waktu. Radio masih menjadi media promosi yang cukup handal untuk menerobos keterbatasan ruang.
Radio Komunitas
Tingginya antusiasme masyarakat kini memunculkan berbagai radio komunitas.
“Sekarang ini banyak radio komunitas berkembang, seperti dari komunitas sekolah, instansi pemerintah, kampus, komunitas religi, dan lain-lain,” kata Yancen.
Adanya radio komunitas akan membuat segmentasi radio lebih jelas dan lebih terarah. Pendengar pun dapat mulai memilah dan memilih stasiun radio yang ingin didengarkan sesuai dengan kebutuhannya. Munculnya radio komunitas menjadi salah satu bukti eksistensi radio-radio di Indonesia yang beberapa waktu lalu sempat dikabarkan tenggelam.
Radio Dulu dan Sekarang
Lain dulu, lain sekarang. Hal inilah yang disampaikan Yancen kepada satuharapan.com saat ditemui di Kantor Radio Pelita Kasih, Cawang, Jakarta Timur.
“Dahulu, orang mendengarkan radio untuk memenuhi kebutuhan berita atau informasi, tapi saat ini orang mendengarkan radio untuk musik,” katanya. Perbedaan kepentingan pendengar radio pada masa lalu dan masa sekarang memang berbeda. Akan tetapi, perbedaan tersebut diakui Yancen tidak menyurutkan niat masyarakat untuk mendengarkan radio. Rata-rata orang mendengarkan radio selama dua jam sehari.
“Dulu radio jadi alat, kini radio jadi teman,” tutur Yancen.
Tantangan Radio Masa Kini
Tantangan radio masa kini adalah iklan. Menurut Yancen, radio sekarang jarang dilirik para pengiklan. Kurangnya survei terhadap stasiun radio membuat pengiklan tidak dapat mencapai radio-radio sesuai dengan kebutuhan dan segmentasinya.
“Pengiklan makin tipis,” katanya.
Hal ini tentu memberi dampak pada dapur radio. Banyak radio yang tutup akibat tidak terjamah oleh agensi iklan sehingga eksistensinya melemah. Yancen mengaku, hal ini diakibatkan oleh keadaan radio di Indonesia yang masih sebatas home industry.
“Radio di Indonesia belum mencapai industri secara umum seperti radio-radio di luar negeri."
Radio di Indonesia masih seperti home industry yang belum berskala besar. Hal ini dapat ditengok dari keseriusan undang-undang radio yang berlaku di Indonesia,” dia memaparkan.
Hal ini merupakan tantangan bagi radio di tahun-tahun mendatang.
“Ke depan akan ada mekanisme survei untuk membangkitkan industri radio,” kata Yancen. Yancen beranggapan, kebangkitan industri radio dapat dimulai dengan memunculkan Research and Development (R&D) yang akan melaksanakan survei radio secara netral.
“Dengan adanya survei, kita akan bersaing secara sehat,” ungkap Yancen.
Yancen menambahkan, “Kita juga dapat memperkuat basis kita masing-masing sehingga nama-nama radio secara merata akan dikenal oleh masyarakat, khususnya agensi-agensi periklanan.”
Harapan
Radio di tahun-tahun mendatang diharapkan dapat menjawab tantangan untuk menuju ke arah industri yang semakin besar. Di tahun-tahun mendatang, adanya survei dari R&D secara umum diharapkan akan menjadi momentum kebangkitan radio karena eksistensi akan terjaga. “Industri naik, kesejahteraan akan meningkat,” kata Yancen.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...