Hidup Miskin dan Minoritas, Pengungsi Suriah Protes Pemerintah Uruguay
MONTEVIDEO, SATUHARAPAN.COM – Pengungsi Suriah di Uruguay yang tiba tahun lalu di bawah program pemukiman kembali melakukan aksi protes pada hari Senin (7/9) di luar kantor presiden, mengatakan mereka hidup dalam kemiskinan dan ingin pergi dari negara itu.
"Kami mengungsi kesini tidak untuk mati dalam kemiskinan," kata Maher el Dis (36) kepada AFP. "Ini bukan tempat yang cocok untuk pengungsi."
Lima keluarga, dengan lebih dari 30 anak-anak, berkemah dengan barang-barang mereka di salah satu lapangan utama Montevideo, mengatakan mereka akan tinggal di sana sampai mereka dapat meninggalkan negara Amerika Selatan.
Program pemukiman kembali, diluncurkan tahun lalu di bawah pemerintahan setelah Presiden Uruguay Jose Mujica, bertujuan untuk menampung keluarga dengan anak-anak kecil. Keluarga itu kemudian diberi rumah dan uang dalam jumlah tertentu kepada mereka.
Tapi keluarga pengungsi yang telah tiba pada Oktober tahun lalu itu protes. Mereka mengatakan hidupnya terisolasi dan harus berjuang di Uruguay karena di sana penduduk Arab hanya minoritas dan biaya hidup yang relatif tinggi.
"Kami ingin hidup dengan identitas(kami) dan nilai-nilai (kami)," kata Maraa el-Chibli sambil berlinangan air mata, berbicara melalui seorang penerjemah.
"Kami tidak ingin dijadikan sebagai bahan percobaan," kata seorang ayah yang berumur 55 tahun.
Keluarga pengungsi itu telah ditempatkan di tempat penampungan dan menerima uang dalam jumlah kecil, tetapi mereka mengatakan itu tidak cukup.
"Orang-orang di sini baik-baik, tapi itu (biaya hidup) sangat mahal," kata Ibrahim Mohamed, yang memiliki seorang gadis kecil dalam pelukannya.
Salah satu keluarga baru-baru ini mencoba untuk meninggalkan Uruguay tapi ditahan di Turki karena masalah visa dan akhirnya dikirim kembali ke Amerika Selatan.
Presiden Tabare Vazquez, penerus Mujica, telah berjanji untuk menyambut kelompok baru pengungsi Suriah pada akhir tahun dan telah berjanji untuk mengambil di 117 orang dari kamp-kamp pengungsi Suriah di Lebanon.
Protes datang ketika Timur Tengah dan Eropa berjuang untuk menangani aliran besar pengungsi dari Suriah, karena perang saudara yang berkecamuk selama lebih dari empat tahun.
Sementara itu, di Brazil pada Senin (7/9) Presiden Dilma Rousseff mengumumkan Brasil akan menyambut pengungsi Suriah dengan "tangan terbuka".
Dalam pesan video yang menandai Hari Kemerdekaan Brasil, Rousseff mengatakan ia ingin "menegaskan kembali kesediaan pemerintah untuk menyambut mereka yang terpaksa pergi dari tanah air mereka untuk datang hidup, bekerja dan berkontribusi pada kesejahteraan dan ketenangan Brazil".
"Terutama di masa-masa sulit, masa krisis, kita harus menyambut pengungsi dengan tangan terbuka," tambahnya.
Brasil telah mengambil lebih dari 2.000 pengungsi Suriah sejak awal konflik Suriah pada 2011, melebihi negara lain di Amerika Latin.
Saat ini, warga Suriah adalah kelompok pengungsi terbesar di Brasil. Pada tahun 2014 saja, 1.405 pengungsi sudah diberi perlindungan. (middleeasteye.net)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...